IDXChannel - Inflasi tahunan negeri Paman Sam, Amerika Serikat (AS) telah melambat untuk sembilan bulan berturut-turut sebesar 5% pada Maret 2023.
Angka ini lebih rendah dari proyeksi sebelumnya, di mana inflasi diperkirakan akan berada di level 5,2%. (Lihat grafik di bawah ini.)
Angka ini juga menjadi yang terendah sejak Mei 2021 dari sebelumnya masih di level 6% pada Februari.
Komponen yang mempengaruhi inflasi di antaranya harga makanan yang melambat 8,5% dibandingkan 9,5% di bulan sebelumnya. Biaya energi juga turun menjadi -6,4% dibanding 5,2% pada bulan sebelumnya.
Mendinginnya inflasi AS dibarengi dengan rilisnya risalah The Federal Reserve (The Fed) untuk bulan Maret pada Rabu, (12/4).
Pasar menunjukkan reaksi beragam dalam merespon dua pengumuman sekaligus ini. Pergerakan Wall Street berakhir lebih rendah pada Rabu (912/4) setelah rilisnya risalah The Fed dan data inflasi AS.
Sementara dalam pembukaan perdagangan Kamis (13/4), sebagian besar pasar saham Asia juga melemah.
Pasar Asia juga mengikuti Wall Street di tengah meningkatnya kekhawatiran atas resesi AS, data inflasi yang sebagian besar lebih lemah dari perkiraan, dan harapan jeda dalam siklus kenaikan suku bunga The Fed.
Pasar Waspada Aset Berisiko Tinggi
Hasil ini pada akhirnya memacu taruhan bahwa kenaikan suku bunga akan berlanjut dan The Fed akan melakukan jeda paling cepat pada Juni mendatang.
Meski demikian, IHK inti, yang tidak termasuk harga makanan dan bahan bakar yang bergejolak masih tetap tinggi dan mematahkan ekspektasi The Fed akan dovish.
Ketidakpastian ini membuat pasar waspada terhadap aset berisiko tinggi, dan memicu lebih banyak aliran ke aset safe haven seperti emas.
Harga emas di pasar spot terpantau naik di kisaran harga USD2.036,4 per troy ons pada pukul 14.20 WIB, naik sebesar 0,56%.
Berdasarkan The Fed, kejatuhan krisis perbankan AS beberapa waktu lalu rentan mendorong ekonomi ke dalam resesi pada akhir tahun ini.
Risalah dari pertemuan Maret Federal Open Market Committee (FOMC) termasuk presentasi dari staf ekonom The Fed tentang dampak potensial dari kegagalan Silicon Valley Bank dan gejolak lain di sektor keuangan yang dimulai pada awal Maret lalu.
Kenaikan terbaru The Fed membawa suku bunga ke kisaran 4,75% sampai 5% yang menjadi tingkat tertinggi sejak September 2007.
"Garis bawah dari risalah The Fed pada Rabu adalah bahwa bank sentral mengantisipasi resesi ringan pada akhir 2023 dan jendela soft landing tampaknya akan ditutup dengan cepat," kata Nancy Davis, pendiri Quadratic Capital Management, mengutip CNN Internasional, Kamis (13/4).
Sebagian analis melihat, tekanan perbankan, ditambah dengan inflasi yang melambat dan pasar tenaga kerja yang mendingin, diharapkan dapat menjadi akhir dari sikap hawkish The Fed.
Sementara, menurut ketua The Fed, Jerome Powell, kasus perbankan dapat mengikis kepercayaan pada industri perbankan, di mana akses pinjaman akan sulit, yang juga dapat mengekang pengeluaran dan mengurangi tekanan pada harga dan pasar tenaga kerja.
“Pengetatan kondisi keuangan seperti itu akan bekerja dalam arah yang sama dengan pengetatan suku bunga,” kata Powell yang menekankan bahwa industri perbankan tetap sehat.
Risalah pertemuan FOMC Maret menggemakan sentimen itu. Perkembangan terbaru di sektor perbankan kemungkinan akan menghasilkan kondisi kredit yang lebih ketat untuk rumah tangga dan bisnis dan membebani aktivitas ekonomi, perekrutan dan inflasi.
"Pembuat kebijakan tidak yakin sejauh mana dampak ekonomi tersebut. Peserta (FOMC) setuju bahwa sejauh mana efek ini merupakan hal yang tidak pasti,” kata Risalah The Fed. (ADF)