“Dengan processed based, berarti ada penghargaan atas upaya riset dan pengembangan yang dilakukan oleh pelaku industri farmasi. Metode ini dapat mempertahankan kerahasiaan formulasi yang dimiliki perusahaan tanpa meninggalkan kaidah dan tujuan yang ingin dicapai dari pemberlakuan TKDN produk farmasi ini,” paparnya.
Menperin menjelaskan, penghitungan nilai TKDN produk farmasi berdasar processed based dilakukan dengan menggunakan pembobotan terhadap kandungan bahan baku sebesar 50%, proses penelitian dan pengembangan sebesar 30%, proses produksi sebesar 15%, serta proses pengemasan sebesar 5%.
Perubahan tersebut, tambah Menperin, dapat mendorong pengembangan industri bahan baku obat meningkatkan riset dan pengembangan obat baru. “Selain itu, dengan produksi sediaan obat baru serta bahan baku yang berasal dari herbal dapat mengurangi impor bahan baku obat dan mendorong kemandirian bangsa di sektor kesehatan,” imbuhnya.
Agus mengungkapkan, kemampuan industri hilir farmasi dalam negeri saat ini didukung oleh 240 perusahaan yang didominasi 212 perusahaan swasta nasional, kemudian 24 perusahaan swasat nasional, dan 4 perusahaan BUMN.
Pada umumnya perusahaan-perusahaan tersebut bergerak dalam formulasi obat atau produk obat jadi. “Dengan kekuatan ini, kebutuhan obat nasional sebesar 80 hingga 90% sudah mampu dipenuhi, sisanya merupakan obat paten dan berteknologi tinggi yang masih harus diimpor,” jelasnya.