sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

Keberatan Soal Tarif Bea Keluar, Kapan Freeport Mau IPO di Bursa?

Market news editor Maulina Ulfa - Riset
09/08/2023 17:25 WIB
PT Freeport Indonesia (PTFI) dikabarkan akan melayangkan keberatan dan banding terhadap penghitungan penetapan bea keluar hasil pertambangan.
Keberatan Soal Tarif Bea Keluar, Kapan Freeport Mau IPO di Bursa? (Foto: MNC Media)
Keberatan Soal Tarif Bea Keluar, Kapan Freeport Mau IPO di Bursa? (Foto: MNC Media)

IDXChannel - PT Freeport Indonesia (PTFI) dikabarkan akan melayangkan keberatan dan banding terhadap penghitungan penetapan bea keluar hasil pertambangan yang diproduksi pihaknya.

Hal ini disampaikan VP Corporate Communications Freeport Indonesia Katri Krisnati.

Ia mengatakan Freeport adalah mengajukan keberatan dan banding terkait penerbitan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 71 Tahun 2023 tentang Perubahan Ketiga Atas PMK Nomor 39/PMK.010/2022 tentang Penetapan Barang Ekspor yang Dikenakan Bea Keluar dan Tarif Bea Keluar.

Dalam aturan itu, Menkeu Sri Mulyani menetapkan bea keluar untuk konsentrat tembaga sebesar 7,5 persen pada paruh kedua 2023 dan 10 persen pada 2024 untuk perusahaan dengan progres smelter 70-90 persen.

Sementara untuk perusahaan dengan pembangunan smelter di atas 90 persen, bea keluar yang dikenakan akan menjadi 5 persen pada paruh kedua 2023 dan 7,5 persen pada 2024.

Kebijakan ini dirasa memberatkan bagi perusahaan tambang seperti Freeport. Meski demikian, hubungan pemerintah RI dan Freeport memang kerap menimbulkan kontroversi sejak dulu.

Sebagai salah satu operator tambang emas terbesar di Indonesia, kehadiran Freeport kerap kali menimbulkan pro kontra.

Menanti IPO Freeport

Freeport adalah perusahaan asal Amerika Serikat (AS) yang kehadirannya cukup kontroversial di Indonesia.

Kehadiran Freeport di Indonesia bermula dari adanya UU Nomor 1 tahun 1967 tentang Penanaman Modal yang dikeluarkan oleh Soeharto. Berkat UU tersebut, Freeport berhasil mendapatkan kontrak karya selama 30 tahun untuk mengelola tambang Grasberg, Papua.

Saat Freeport menemukan cadangan baru di pegunungan Grasberg, perusahaan inj mengupayakan pembuatan kontrak baru dengan istilah Kontrak Karya II pada 1991, yang berlaku hingga tahun 2021.

Kontrak karya II ini berhasil membuat Freeport dapat melakukan penambangan di wilayah seluas 2,6 juta hektar, yang sebelumnya hanya seluas 10.908 hektar.

Desakan untuk terus mendivestasi saham Freeport kian tak terbendung. Pada Juli 2018, pemerintah Indonesia melalui PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero) atau Inalum telah mencapai kesepakatan dengan Freeport McMoran untuk mengambil alih 51 persen saham PT Freeport Indonesia (PTFI).

Kesepakatan itu tertuang dalam Pokok-pokok Perjanjian atau Head of Agreement (HoA) yang ditandantangi pada 12 Juli 2018.

Proses divestasi 51 persen saham PTFI ini menelan biaya sebesar USD3,85 miliar atau sekitar Rp 56 triliun.

Kontribusi perusahaan tambang tersebut pada 2022 untuk penerimaan negara mencapai USD3,586 miliar

Pada tahun lalu, PTFI memperkirakan produksi emas hingga akhir 2022 mencapai 1,6 juta ons. Produksi ini naik 23 persen dibandingkan produksi emas pada 2021 sebesar 1,3 juta ons. Tahun ini, produksi emas Grasberg diproyeksi naik 1,8 juta ons. (Lihat grafik di bawah ini.)

Sementara untuk produksi konsentrat tembaga PTFI pada 2022 diperkirakan mencapai 1,6 miliar pon, naik dibandingkan produksi tembaga pada 2021 yang sebesar 1,33 miliar pon. Tahun ini, proyeksi produksi tembaga juga naik jadi 1,7 miliar pon.

Meski divestasi sudah mencapai kesepakatan, PTFI masih belum terdengar kabar akan mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Indonesia (BEI).

Banyak masyarakat luas menantikan perusahaan tambang asal AS ini mau melakukan penawaran umum perdana atau initial public offering (IPO) di BEI.

Publik mengharapkan agar ada keterbukaan informasi tentang aktivitas penambangan yang dilakukan perusahaan tersebut.

Dengan melakukan IPO, kepemilikan saham PTFI akan bisa dimiliki masyarakat dan dapat secara langsung diawasi publik.

Publik selama ini sulit untuk mengetahui kinerja PTFI mengingat perusahaan tersebut memang bukan perusahaan terbuka.

Hanya pemegang saham saja yang bisa memperoleh informasi termasuk pemerintah Indonesia yang sebelumnya memegang saham 9,36 persen.

Berdasarkan aturan bursa, PTFI wajib melakukan keterbukaan informasi secara berkala jika telah menjadi perusahaan publik.

Dapat mengetahui ‘jeroan’ PTFI menjadi harapan yang realistis mengingat besarnya cadangan emas di tambang Grasberg. (ADF)

Halaman : 1 2 3 4 5
Advertisement
Advertisement