IDXChannel - Kebijakan tarif impor yang baru saja ditetapkan oleh Amerika Serikat (AS) dinilai telah memicu ketidakpastian pasar, sehingga berdampak signifikan terhadap perekonomian global.
Dampak tersebut, di antaranya, nampak jelas terlihat dari menguatnya Indeks Dolar AS secara signifikan, bahkan sempat mencapai level 109,86. Akibat dari kondisi tersebut, nilai tukar rupiah juga sempat terdepresiasi ke level 16.483, meski kini telah berhasil kembali menguat ke level 16.371.
"Penguatan kembali (rupiah) terjadi seiring dengan melandainya Indeks Dolar AS usai munculnya pernyataan bahwa pemberlakuan tarif tersebut ditunda," ujar Ekonom dari PT KISI Asset Management, Arfian Prasetya Aji, dalam keterangan resminya, Senin (17/2/2025).
Menurut Arfian, Inflasi Personal Consumption Expenditures (PCE) AS pada Desember 2024 tercatat sebesar 2,6 persen secara tahunan (year on year/YoY. Capaian tersebut dinilai Arfian sesuai dengan perkiraan para pelaku pasar.
Sementara, pada saat yang sama, Inflasi inti (Core PCE), yang tidak termasuk komponen makanan dan energi yang volatile, tercatat 2,8 persen (YoY). Hal ini menunjukkan bahwa tekanan inflasi di AS relatif masih cukup tinggi. Di sisi lain, inflasi domestik Indonesia pada Januari 2025 tercatat pada level terendah dalam 25 tahun terakhir, yaitu sebesar 0,76 persen (YoY).