IDXChannel - Kegagalan grup properti terbesar kedua di China, Evergrande, dalam melunasi utang-utangnya telah menimbulkan gejolak di sejumlah pasar modal dunia. Akibatnya, perdagangan bursa di Amerika Serikat, Asia hingga Eropa mengalami koreksi besar-besaran.
Kondisi ini terjadi setelah Evergrande dilaporkan memiliki utang sebanyak USD300 miliar, atau setara dengan Rp4.270 triliun. Utang tersebut mencapai setidaknya 2 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) pemerintah China yang sedikit-banyak relatif menghasilkan beban keuangan negara.
Sejumlah analis luar membaca ada 4 kemungkinan ke depannya terkait nasib korporasi tersebut yaitu, (1) bangkrut, (2) berhenti sementara, (3) buy-out (pelepasan aset yang dimiliki/pengambilalihan), atau (4) bailout (ditalangi oleh pemerintah).
Senior Technical Analyst PT Henan Putihrai Sekuritas, Lisa C Suryanata, membaca persoalan Evergrande tidak serta-merta berdampak langsung terhadap sektor properti dan permodalan properti di Indonesia.
"Meski utangnya itu sendiri mencapai 2 persen dari PDB China, kemungkinan akan menghasilkan beban keuangan China, tapi tampaknya pemerintah China sudah lebih gercep dan gesit untuk menyuntikkan likuiditas di pasar properti dan dampaknya di perusahaan properti di Indonesia tidak ada, karena Evergrande tidak punya properti di Indonesia," kata Lisa dalam 2nd Session Closing, dikutip Rabu (22/9/2021).