Sementara segmen pendapatan lainnya yang turut meningkat di semester I-2022 yaitu penjualan semen kantong pihak ketiga (12,37 persen) dan penjualan white clay(tanah liat)kepada PT Pupuk Sriwijaya (20,12 persen).
Sedangkan pendapatan yang diperoleh dari penjualan semen kantong mencapai Rp735,83 miliar sementara penjualan white claymencapai Rp17,15 miliar.
Di sisi lain, induk SMBR, yaitu SMGR malah mencatatkan pendapatan bersih yang terkontraksi hingga minus 2,08 persen di semester I-2022.
Sebagaimana dilansir dari laporan keuangannya, pendapatan bersih yang diperoleh SMGR di periode ini mencapai Rp15,88 triliun.
Kendati mengalami kemerosotan pendapatan bersih, laba bersih SMGR masih tumbuh sebesar 4,36 persen secara yoy. Adapun laba bersih yang dibukukan SMGR di semester I tahun ini sebesar Rp828,76 miliar. (Lihat tabel di bawah ini.)
Berbanding terbalik dengan SMBR dan SMGR yang masih mencatatkan kenaikan laba bersihdi semester I-2022, laba bersih INTP ambruk hingga minus 50,30 persen menjadi Rp291,55 miliar.
Merosotnya laba bersih INTP disebabkan oleh membengkaknya beban pokok pendapatan hingga 12,45 persen secara yoy menjadi Rp5,14 triliun.
Selain itu, di periode ini, INTP mencatatkan peningkatan porsi beban pendapatan terhadap pendapatan bersih menjadi 74,41 persen dari semester I-2021 yang hanya sebesar 68,59 persen.
Meski begitu, pendapatan bersih INTP masih meningkat hingga 3,66 persen menjadi Rp6,91 triliun di semester I-2022. INTP merupakan produsen semen terbesar kedua di Indonesia dengan pangsa kapasitas produksi mencapai 27,5 persen.
Selain mencatatkan kinerja keuangan yang anjlok di semester I-2022, performa saham INTP juga menjadi yang paling buruk di banding SMBR maupun SMGR.
Berdasarkan data BEI pada penutupan Kamis (6/10), INTP mencatatkan kinerja secara year to date (YTD) yang ambles hingga minus 24,59 persen. (Lihat grafik di bawah ini.)
Dalam setahun terakhir, saham INTP terus merosot. Pada 4 November 2021, saham INTP pernah mencapai Rp12.750/saham. Akan tetapi, per penutupan Kamis (6/10), harga saham emiten semen ini hanya Rp9.125/saham.
Sama seperti INTP, SMBR juga mengalami tren saham yang merosot sepanjang setahun terakhir. Padahal, emiten ini pernah mencapai Rp840/saham pada 14 Oktober 2021 sebelum anjlok menjadi Rp474/saham pada Kamis (6/10). Sementara secara YTD saham SMBR juga merosot di minus 23,55 persen.
Walaupun emiten semen lainnya mengalami penurunan harga saham secara YTD, saham SMGR masih tumbuh positif sepanjang 2022, meski hanya naik 1,03 persen. Sementara dalam setahun belakangan, saham SMGR juga mengalami penurunan.
Akan tetapi, setelah anjlok di level Rp6.000/saham pada 22 April 2022, saham SMGR mampu merangkak naik hingga Rp7,325/saham pada Kamis (6/10).