IDXChannel - Alphabet Inc, selaku perusahaan induk Google, melaporkan penurunan pendapatan berturut-turut hingga kuartal III 2022.
Kondisi ini diperparah dengan pertumbuhan pendapatan yang melambat di kuartal yang sama di tengah ketatnya persaingan di segmen iklan digital dan tantangan dari perusahaan kompetitor utama, TikTok.
Laba per saham (EPS) Alphabet turun 24% menjadi USD1,06 dibandingkan dengan perkiraan pasar sebesar USD1,25. Adapun pendapatan naik 6% menjadi USD69,1 miliar, meskipun juga di bawah ekspektasi pasar.
Pada hari Selasa, Alphabet (GOOG, GOOGL) melaporkan kehilangan pendapatan iklan YouTube yang substansial. Dilansir dalam laporan keuangannya, Google kehilangan USD134 juta dari iklan Youtube. Pada Q3 atawa kuartal III 2022, pendapatan dari sektor ini mencapai USD7,07 miliar, turun dibanding sebelumnya (yoy) USD7,2 miliar.
Penurunan yang terjadi sebesar 1,9% ini jauh di bawah perkiraan analis Wall Street dan menjadi penurunan pendapatan iklan pertama secara tahunan alias yoy. (Lihat tabel di bawah ini).

Sumber: Laporan keuangan Alphabet
Saham GOOGL juga turun 5% pada perdagangan pukul 16:12 waktu New York pada 25 Oktober lalu. Kinerja saham turun sebesar 34,53% sejak awal tahun (ytd).
Tak hanya induk Google, Microsoft (MSFT) membukukan penurunan laba dua digit dalam periode tiga bulan yang berakhir pada September. Perusahaan yang didirikan Bill Gates ini menghadapi perlambatan dalam industri komputer pribadi (PC) dan penurunan ekonomi yang lebih luas.
Raksasa teknologi ini melaporkan laba bersih sebesar USD17,6 miliar pada Q3, turun 14% dari tahun sebelumnya pada Selasa, (25/10). Pendapatan Microsoft, tumbuh sedikit sebesar 11% menjadi USD50,1 miliar.
Saham MSFT juga turun 2% dalam perdagangan Selasa (25/10) menyusul laporan pendapatan yang juga anjlok.
Perusahaan induk Facebook, Whatsapp hingga Instagram, Meta (META) juga melaporkan pendapatan Q3 yang menurun pada hari Rabu (26/10).
Hasilnya, pendapatan pada Q3 2022 mencapai USD27,7 miliar, turun secara year on year (YoY) sebesar USD1,29 miliar dari sebelumnya sebesar USD29 miliar. (Lihat tabel di bawah ini).

Sumber: Laporan keuangan Meta
Adapun untuk Q4, para investor berekspektasi pendapatan Meta yang datang antara USD30 miliar hingga USD32,5 miliar.
Melemahnya Iklan Digital Hingga Ekspansi Bisnis Ambisius
Menguatnya dolar akibat kenaikan suku bunga dan pelemahan mata uang di berbagai negara terhadap dolar disinyalir menjadi penyumbang kerugian Alphabet. Mengingat Google merupakan perusahaan dengan cakupan internasional yang luas.
Diketahui pendapatan Google dari Asia Pasifik menurun menjadi USD11,49 miliar di akhir September 2022, menurun dari USD11,7 pada akhir Juni tahun yang sama. (Lihat tabel di bawah ini).
Pendapatan Alphabet dari Berbagai Region

Sumber: Laporan keuangan Alphabet
Di samping itu, ekonomi yang menurun dan inflasi yang merajalela juga berdampak signifikan bagi segmen periklanan. Kondisi ini pada gilirannya berkontribusi pada perlambatan pendapatan iklan YouTube.
Alphabet sangat bergantung pada pendapatan dari iklan. Selama ini, Alphabet menjadi leader di bidang iklan digital, sebagian besar ditopang oleh YouTube. Di tahun 2021, platform video ini bahkan menyumbang pendapatan dari iklan sebesar USD29 miliar.
Perlambatan periklanan digital ini juga sangat memukul perusahaan media sosial seperti Meta. Saham raksasa teknologi turun hingga 60% sepanjang tahun ini karena banyak bisnis yang membatalkan belanja iklan di tengah kenaikan inflasi dan suku bunga di berbagai negara.
Faktor lainnya adalah ekspansi bisnis yang tidak terlalu mendapat sambutan baik dari pasar. Diketahui Meta sedang berupaya mengubah dirinya dari bisnis media sosial menjadi perusahaan metaverse-first.
Selama acara Meta Connect awal bulan ini, CEO Mark Zuckerberg menguraikan masa depan Meta termasuk kemitraan perusahaan dengan Microsoft (MSFT) dan Accenture (ACN).
Tetapi keputusan Zuckerberg untuk fokus pada metaverse ini menelan biaya perusahaan hingga USD10 miliar pada 2021. Akibat kondisi ini, ia banyak mendapat kritik.
CEO Altimeter Capital Brad Gerstner baru-baru ini juga mengirim surat terbuka kepada Zuckerberg yang memintanya untuk memotong pengeluaran di metaverse dan mengurangi jumlah karyawan.
Adapun menurut analis dari lembaga riset MoffettNathanson, dalam resesi masa lalu, perusahaan mengurangi pengeluaran iklan dan mengalihkan anggaran ke media yang lebih efisien dan terukur seperti digital.
“Kami percaya platform yang berfokus pada periklanan dan dapat membuktikan ROI akan lebih tangguh daripada platform yang berfokus pada kemampuan membangun merek yang sulit diukur,” mengutip riset MoffettNathanson dalam Wall Street Journal (27/10).
Kondisi ini menjadikan platform seperti Twitter yang pendapatannya bergantung dari iklan sebesar 85% lebih rentan terekspos daripada Google, yang iklan pencariannya menampilkan hasil yang lebih terukur dalam bentuk klik.
Sementara di Microsoft, penjualan PC yang anjlok disebut menjadi faktor menurunnya pendapatan perusahaan berbasis di Redmond, Washington DC ini.
Perusahaan konsultan Gartner melaporkan awal bulan ini bahwa pengiriman PC di seluruh dunia turun 19,5% pada kuartal ketiga 2022. Kondisi ini menurun dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Ini menandai penurunan pasar paling tajam sejak Gartner mulai melacak pasar PC pada pertengahan 1990-an.
Microsoft juga mengatakan pendapatan dari konten dan layanan Xbox turun 3%. Perusahaan dilaporkan melakukan PHK karyawan di divisi XboX. Hal ini lantaran upaya untuk memangkas biaya operasional perusahaan di tengah guncangan ekonomi di AS dan skala global.
Bagian dari bisnis Microsoft yang lain juga menurun, salah satunya dari operasi software Original Equipment Manufacture (OEM) Windows yang turun 15% dari tahun sebelumnya. Kondisi ini diperparah dengan meroketnya permintaan untuk komputer pribadi yang dipicu sejak era pandemi.
OEM merupakan jenis lisensi windows produksi vendor laptop yang digunakan. Biasanya, lisensi jenis ini tertanam pada perangkat hardware komputer, baik laptop maupun PC Deskstop ternama
Saham Microsoft juga telah jatuh lebih dari 30% sejak awal tahun. Kondisi ini juga disebut disebabkan oleh penurunan pasar yang lebih luas karena meningkatnya inflasi, ketidakpastian geopolitik dari perang di Ukraina dan lebih banyak hambatan ekonomi makro.
Kondisi ini disebut banyak analis dapat mendatangkan malapetaka pada industri teknologi. Oleh karenanya, nasib raksasa teknologi ini dipertaruhkan di tahun depan di saat ketidakpastian ekonomi global semakin kencang diramalkan buruk. (ADF)