Perlambatan periklanan digital ini juga sangat memukul perusahaan media sosial seperti Meta. Saham raksasa teknologi turun hingga 60% sepanjang tahun ini karena banyak bisnis yang membatalkan belanja iklan di tengah kenaikan inflasi dan suku bunga di berbagai negara.
Faktor lainnya adalah ekspansi bisnis yang tidak terlalu mendapat sambutan baik dari pasar. Diketahui Meta sedang berupaya mengubah dirinya dari bisnis media sosial menjadi perusahaan metaverse-first.
Selama acara Meta Connect awal bulan ini, CEO Mark Zuckerberg menguraikan masa depan Meta termasuk kemitraan perusahaan dengan Microsoft (MSFT) dan Accenture (ACN).
Tetapi keputusan Zuckerberg untuk fokus pada metaverse ini menelan biaya perusahaan hingga USD10 miliar pada 2021. Akibat kondisi ini, ia banyak mendapat kritik.
CEO Altimeter Capital Brad Gerstner baru-baru ini juga mengirim surat terbuka kepada Zuckerberg yang memintanya untuk memotong pengeluaran di metaverse dan mengurangi jumlah karyawan.
Adapun menurut analis dari lembaga riset MoffettNathanson, dalam resesi masa lalu, perusahaan mengurangi pengeluaran iklan dan mengalihkan anggaran ke media yang lebih efisien dan terukur seperti digital.
“Kami percaya platform yang berfokus pada periklanan dan dapat membuktikan ROI akan lebih tangguh daripada platform yang berfokus pada kemampuan membangun merek yang sulit diukur,” mengutip riset MoffettNathanson dalam Wall Street Journal (27/10).
Kondisi ini menjadikan platform seperti Twitter yang pendapatannya bergantung dari iklan sebesar 85% lebih rentan terekspos daripada Google, yang iklan pencariannya menampilkan hasil yang lebih terukur dalam bentuk klik.
Sementara di Microsoft, penjualan PC yang anjlok disebut menjadi faktor menurunnya pendapatan perusahaan berbasis di Redmond, Washington DC ini.
Perusahaan konsultan Gartner melaporkan awal bulan ini bahwa pengiriman PC di seluruh dunia turun 19,5% pada kuartal ketiga 2022. Kondisi ini menurun dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Ini menandai penurunan pasar paling tajam sejak Gartner mulai melacak pasar PC pada pertengahan 1990-an.
Microsoft juga mengatakan pendapatan dari konten dan layanan Xbox turun 3%. Perusahaan dilaporkan melakukan PHK karyawan di divisi XboX. Hal ini lantaran upaya untuk memangkas biaya operasional perusahaan di tengah guncangan ekonomi di AS dan skala global.
Bagian dari bisnis Microsoft yang lain juga menurun, salah satunya dari operasi software Original Equipment Manufacture (OEM) Windows yang turun 15% dari tahun sebelumnya. Kondisi ini diperparah dengan meroketnya permintaan untuk komputer pribadi yang dipicu sejak era pandemi.
OEM merupakan jenis lisensi windows produksi vendor laptop yang digunakan. Biasanya, lisensi jenis ini tertanam pada perangkat hardware komputer, baik laptop maupun PC Deskstop ternama
Saham Microsoft juga telah jatuh lebih dari 30% sejak awal tahun. Kondisi ini juga disebut disebabkan oleh penurunan pasar yang lebih luas karena meningkatnya inflasi, ketidakpastian geopolitik dari perang di Ukraina dan lebih banyak hambatan ekonomi makro.
Kondisi ini disebut banyak analis dapat mendatangkan malapetaka pada industri teknologi. Oleh karenanya, nasib raksasa teknologi ini dipertaruhkan di tahun depan di saat ketidakpastian ekonomi global semakin kencang diramalkan buruk. (ADF)