sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

Lesu Pandemi Mereda, Prospek Industri Rumah Sakit Masih Cerah

Market news editor Melati Kristina - Riset
01/11/2022 08:00 WIB
Industri rumah sakit sedang lesu karena menurunnya kasus Covid-19 di Tanah Air. Meski begitu, industri ini masih memiliki prospek menarik kedepannya.
Lesu Pandemi Mereda, Prospek Industri Rumah Sakit Masih Cerah. (Foto: MNC Media)
Lesu Pandemi Mereda, Prospek Industri Rumah Sakit Masih Cerah. (Foto: MNC Media)

IDXChannel – Industri rumah sakit Tanah Air sedang mengalami kemerosotan kinerja keuangan di tengah melandainya pandemi Covid-19. Kendati demikian, prospek industri ini masih diramal cerah kedepannya seiring tingginya permintaan dan meningkatnya kesadaran masyarakat akan kesehatan.

Sejumlah rumah sakit swasta seperti Rumah Sakit (RS) Siloam Hospitals, RS Hermina, RS EMC, hingga RS Mitra Keluarga mencatatkan kemerosotan pendapatan bersih hingga laba bersih di semester I-2022 seiring menurunnya kasus Covid-19 di Tanah Air.

Sebagai contoh, PT Medikaloka Hermina Tbk (HEAL) mencatatkan penurunan pendapatan bersih yang merosot di minus 24,82 persen menjadi Rp2,33 triliun. Sementara laba bersihnya juga ambles 69,82 persen menjadi Rp164,39 miliar.

Informasi saja, HEAL merupakan pengelola dari RS Hermina. Adapun rumah sakit ini dikuasai oleh konglomerasi Grup Astra. Hingga tahun 2021, RS Hermina memiliki sebanyak 42 rumah sakit yang tersebar di sejumlah kota di Indonesia.

Sebagai raksasa industri rumah sakit, RS Hermina memiliki jumlah tempat tidur mencapai 5.527 unit per tahun 2021.

Bernasib sama, perusahaan rumah sakit lainnya yang melantai dibursa yaitu PT Mitra Keluarga Karyasehat Tbk (MIKA) dan PT Siloam International Hospitals Tbk (SILO) juga sama-sama mencatatkan penurunan pendapatan bersih masing-masing minus 13,27 persen dan minus 4,93 persen.

Adapun laba bersih dari MIKA dan SILO juga terkontraksi masing-masing di minus 13,98 persen dan minus 30,52 persen.

MIKA merupakan perusahaan pengendali RS Mitra Keluarga, sedangkan SILO adalah emiten yang menaungi RS Siloam Hospitals. Melansir dari data laporan tahunan perusahaan, baik MIKA maupun SILO memiliki 26 dan 40 rumah sakit di kota-kota besar.

Selain ketiga perusahaan di atas, pengelola RS EMC yakni PT Sarana Meditama Metropolitan Tbk (SAME) juga mengalami penurunan pendapatan hingga 1,54 persen.

Kendati mencatatkan penurunan terendah, emiten rumah sakit yang dikuasai Grup Emtek ini justru membukukan rugi bersih sebesar Rp24,77 miliar di semester I-2022.

Menurut Research Analyst Henan Putihrai Sekuritas (HPS), Jono Syafei, fenomena anjloknya pendapatan hingga laba bersih pemain besar industri rumah sakit tersebut disebabkan karena kontribusi pasien Covid-19 yang menurun di tahun ini bila dibandingkan dengan tahun 2021 lalu.

“Meski begitu, jika dibandingkan dengan sebelum Covid di tahun 2019, kinerja RS di tahun ini justru lebih baik yang artinya bisnis dasar rumah sakit terus bertumbuh, seiring peluang sektor kesehatan di Indonesia yang masih baik,” kata Jono dalam wawancara dengan IDX Channel, Senin (31/10).

Ia juga menyebutkan, meningkatnya populasi dan kebutuhan layanan kesehatan yang terus meningkat bisa jadi angin segar bagi industri ini kedepannya. Terlebih, volume pasien di beberapa rumah sakit di tahun ini sudah melebihi volume pasien di tahun 2020 dan 2021.

Kendati demikian, industri rumah sakit termasuk pemainnya perlu melakukan manuver untuk meningkatkan kinerja perusahaan agar dapat bertumbuh kendati kasus Covid-19 sudah mereda.

“Yang harus dilakukan rumah sakit tentunya terus meningkatkan kapasitas dan kualitas pelayanan, menambah bidang spesalisasi seperti pelayanan khusus penyakit dalam, hingga meningkatkan digitalisasi sehingga bisa menjadi tujuan bagi masyarakat,” jelas Jono.

Prospek Industri Rumah Sakit Masih Cerah

Meski kinerja keuangan industri rumah sakit sedang lesu, industri ini masih memiliki prospek menarik kedepannya.

Melansir prospektus Primaya, menurut laporan dari World Bank pada 2021, ketersediaan tempat tidur rumah sakit di Indonesia hanya 1,2 tempat tidur per 1.000 penduduk. Sedangkan ketersediaan dokter per 1.000 penduduk hanya mencapai 0,4 dokter.

Padahal, WHO merekomendasikan setiap negara untuk memiliki rasio ketersediaan tempat tidur terhadap populasi mencapai 5 tempat tidur per 1.000 penduduk.

Dengan demikian, jumlah rumah sakit di Indonesia masih tergolong rendah, namun di sisi lain terdapat permintaan yang tinggi akan tempat tidur rumah sakit.

Di samping itu, belum meratanya pelayanan kesehatan yang memiliki kualitas pelayanan yang baik menjadi peluang bagi industri rumah sakit khususnya emiten-emiten tersebut untuk berekspansi di sejumlah daerah di Tanah Air.

Mengingat, sebagaimana disebutkan oleh Lembaga Akreditasi Mutu Keselamatan Pasien Rumah Sakit, di tahun 2021 hanya 78 persen dari 3.145 rumah sakit di Indonesia yang memiliki akreditasi sehingga mutu pelayanan kesehatan menjadi tidak merata.

Adapun riset CGS CIMB yang dirilis pada Rabu (26/10) bertajuk: “Healthcare-Overall: Defensive amidst Volatily” memproyeksikan, beberapa layanan kesehatan di Indonesia akan mencatatkan pertumbuhan EPS dua digit di tahun 2023 mendatang. 

“Kami menyimpulkan bahwa rumah sakit swasta akan lebih kuat di tahun 2023 karena meningkatnya kemampuan untuk menanggung pengeluaran, pemulihan kinerja, hingga peningkatan pendapatan pasien rawat inap perhari,” tulis analis CGS CIMB, Ryan Winipta.

Adapun terdapat sejumlah faktor yang dapat menguntungkan kinerja industri rumah sakit kedepannya seperti penerapan kebijakan rawat inap standar (KRIS) hingga penyesuaian tarif dari program BPJS.

Dengan demikian, industri rumah sakit diharapkan tetap mampu bertumbuh kedepannya meski kasus Covid-19 sudah mereda.

Periset: Melati Kristina

(ADF)

Halaman : 1 2
Advertisement
Advertisement