IDXChannel - Pernahkah Anda mengunjungi Main Hall Bursa Efek Indonesia (BEI)? Mungkin Anda bertanya-tanya, mengapa trading floor sudah tidak digunakan lagi?
Sebelum menjadi Main Hall, tempat tersebut digunakan untuk aktivitas melakukan transaksi saham. Namun, karena sudah ada remote trading, investor sudah bisa melakukan transaksi saham jarak jauh seiring teknologi yang semakin maju.
Renovasi trading floor pertama dilakukan sejak akhir 2010 dan diresmikan kembali pada akhir 2011 menjadi Main Hall BEI.
Pada 9 Desember 2016, BEI kembali mengubah Main Hall menjadi bentuk yang lebih baru dan kerap digunakan untuk acara penutupan perdagangan akhir tahun.
Tentunya perubahan fungsi trading floor tak terlepas dari sejarah bursa dari masa ke masa. IDX Channel merangkum sejarah gedung bursa efek sejak era 1990-an, serta perbedaan transaksi saham dari dulu hingga kini.
Gedung pertama bursa berkantor di Jalan Merdeka Selatan. Pada 15 Juni 1992, Bursa Efek Jakarta (BEJ) menandatangani kesepakatan dengan Danareksa Jakarta Internasional, sebuah patungan Danareksa dan Jakarta International Hotel & Development untuk membangun gedung BEJ.
Peletakan batu pertama dilakukan tiga hari kemudian, dihadiri beberapa pejabat penting. Brennan Beer Gorman terpilih sebagai perancang gedung setelah mengalahkan kompetitor dari berbagai negara. Pembangunan tahap pertama dimulai pada awal 1993.
Pada Mei 1995, Bursa Efek resmi pindah ke gedung barunya.
Dengan tinggi 141 meter, Gedung BEI terdiri dari 32 lantai dan dua basement. Berlokasi dekat dengan wilayah Semanggi, gedung tersebut bisa diakses dari Jalan Gatot Subroto, Jalan Sudirman, dan Jalan Senopati.
Transaksi Saham Dulu dan Kini
Membeli Saham di Masa Lalu
Pembelian saham sebelum 1995 masih menggunakan papan manual serta kertas untuk bertransaksi. Selain itu, transaksi juga masih dilakukan secara tatap muka di lantai Bursa Efek Indonesia (BEI).
Pada zaman dulu, pergerakan harga saham bisa dikatakan lebih pasti dan tidak sefluktuatif saat ini. Bursa saham zaman dulu lebih banyak dinikmati oleh para trader, sebab tak banyak isu dan sentimen-sentimen seperti saat ini.
Pindahnya Bursa Efek ke gedung baru di SCBD pada Mei 1995 menandai berakhirnya era perdagangan saham secara manual dengan diresmikannya sistem perdagangan bernama Jakarta Automated Trading System (JATS).
Dengan beroperasinya JATS, peiaksanaan pengawasan perdagangan efek tidak perlu lagi dilakukan secara langsung di lantai perdagangan, tetapi cukup hanya dengan memantau layar monitor yang terhubung dengan komputer perdagangan Anggota Bursa.
Sistem ini juga mampu memfasilitasi perdagangan saham dengan frekuensi yang lebih besar.
Selain itu, sistem juga dirancang untuk mengawasi jalannya perdagangan efek. Bagian pengawasan bursa dapat melihat semua aktivitas yang berkaitan dengan masing-masing saham (stock watch), termasuk pergerakan harga, frekuensi pelaksanaan transaksi (market activity), hingga mendeteksi penyimpangan-penyimpangan yang mungkin terjadi di pasar.
Pada 2005, pekerjaan pialang juga masih sangat besar. Pialang adalah pihak yang mempertemukan emiten dengan investor untuk melakukan perdagangan jual beli di pasar modal.
Pialang juga dikenal dengan istilah floor trader. Alat-alat yang digunakan untuk transaksi saham adalah teropong dan telepon yang berukuran besar.
Saat ada investor yang ingin membeli saham, mereka akan menelepon pialang. Pialang kemudian akan melihat harga jual saham dengan menggunakan teropong. Karena zaman dulu komputer masih terbatas, mereka mencatat harganya juga di papan tulis.
Kemudian jika sudah terjadi transaksi, pialang akan mengirimkan bukti transaksi lewat fax kepada para nasabah.