IDXChannel - Sektor telekomunikasi menghadapi tantangan berat sepanjang 2025 imbas lesunya daya beli masyarakat. Hal ini tercermin dari Average Revenue Per User (ARPU) yang tertekan seiring porsi belanja layanan seluler dan internet rumah tangga yang turun.
Meski begitu, kinerja industri telekomunikasi mulai pulih pada semester II. Pada kuartal III-2025, ARPU industri naik 5 persen, yang mencerminkan potensi tren positif berlanjut akhir tahun.
Analis CGS International Sekuritas, Bob Setiadi menilai, perbaikan ARPU sejauh ini sejalan dengan upaya operator telekomunikasi menyederhanakan jenis paket data internet yang terlalu kompleks dan membaiknya daya beli konsumen.
"Kami memperkirakan ARPU industri meningkat dari Rp40,3 ribu pada 2025 menjadi Rp42,5 ribu dan Rp44,4 ribu pada 2026 dan 2027, didorong tingginya penggunaan data dan perbaikan yield data," katanya dalam riset yang dikutip Jumat (25/12/2025).
Survey yang digelar Indo Premier Sekuritas sepanjang November 2025 mengonfirmasi ARPU. Yield data PT Telkomsel (anak usaha PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk atau TLKM) hingga PT XLSMART Telecom Sejahtera Tbk (EXCL) mencatat kenaikan.
Pada bulan lalu, ARPU TSEL dan ISAT naik masing-masing 7-8 persen dan 3-5 persen, didorong kenaikan harga paket data dan pengurangan kuota internet. Sementara EXCL mencatat kenaikan terkuat hingga 6-67 persen secara bulanan.
Bob memperkirakan tren positif akan berlanjut hingga tahun depan. Seiring pendapatan seluler yang meningkat dan efisiensi biaya yang berkelanjutan, EBITDA industri diperkirakan tumbuh dengan CAGR 6-7 persen pada 2025-2027 dan laba bersih inti tumbuh dengan CAGR 12,7 persen pada 2025-2027.
"Kami mempertahankan rekomendasi Overweight untuk sektor ini karena kondisi harga layanan seluler yang sehat serta pertumbuhan laba bersih yang kuat pada 2026-2027," katanya.
Analis BRI Danareksa Sekuritas, Kafi Ananta menilai, sektor telekomunikasi bakal menuju fase pertumbuhan modern seiring rasionalisasi harga paket data dan perbaikan ARPU.
"Kami memperkirakan upaya perbaikan akan berlanjut pada kuartal IV-2025 hingga 2026 sejalan dengan fokus operator yang bergeser dari akuisisi pelanggan menjadi monetisasi ARPU," kata Kafi.
Selain itu, dia juga melihat potensi katalis tambahan dari strategi operator yang melakukan divestasi pada aset fiber untuk menekan belanja modal dan meningkatkan arus kas. Salah satunya TLKM yang baru-baru ini memisahkan bisnis aset fiber, InfraNexia. Sementara EXCL juga tengah dalam proses divestasi bisnis fiber sepenuhnya, termasuk melepas MORA.
Dari sejumlah saham, TLKM dinilai paling menarik karena BUMN telekomunikasi tersebut memiliki nilai tambah seiring penataan portofolio infrastruktur. CGS International Sekuritas mematok target harga saham TLKM sebesar Rp4.100 dengan rekomendasi ADD.
BRI Danareksa Sekuritas mematok target harga saham TLKM Rp4.000 dengan strategi unlocking value. Sementara IPOT menjagokan EXCL yang mencatat lonjakan yield data terkuat di antara peers.
(Rahmat Fiansyah)