sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

Menanti Jurus Pemerintah Perkuat Bursa Karbon di Indonesia

Market news editor Maulina Ulfa - Riset
09/06/2023 07:30 WIB
Urgensi perubahan iklim mendorong banyak pemangku kepentingan (stakeholder) untuk merumuskan mekanisme pengurangan timbulan emisi karbon secara efektif.
Menanti Jurus Pemerintah Perkuat Bursa Karbon di Indonesia. (Foto: MNC Media)
Menanti Jurus Pemerintah Perkuat Bursa Karbon di Indonesia. (Foto: MNC Media)

IDXChannel - Urgensi perubahan iklim mendorong banyak pemangku kepentingan (stakeholder) untuk merumuskan mekanisme pengurangan timbulan emisi karbon secara efektif.

Di Indonesia, sejumlah inisiatif terkait upaya pengurangan karbon mulai diperkenalkan, mulai dari perdagangan karbon hingga rencana pengenaan pajak karbon.

Belum lama ini, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tengah menyiapkan Peraturan OJK (POJK) terkait bursa karbon. Rencananya, POJK tersebut akan dirilis dalam waktu dekat ini.

Inarno Djajadi, Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif dan Bursa Karbon OJK dalam sebuah kesempatan mengatakan kepada media, pihaknya sedang merancang mekanisme perdagangan unit karbon yang bersifat mandatory maupun voluntary.

Lantas bagaimana potensi karbon RI hingga mekanisme yang perlu dibangun agar mekanisme perdagangan karbon ini dapat berjalan dengan ideal?

Potensi Ekonomi Karbon RI

Perdagangan karbon merupakan mekanisme berbasis pasar untuk mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) melalui kegiatan jual beli unit karbon perusahaan.

Indonesia berpotensi mendapatkan tambahan pendapatan hingga ribuan triliun dari NEK. Pendapatan ekonomi karbon diperoleh dari perdagangan karbon hutan tropis, mangrove, dan gambut dengan total potensi mencapai USD565,9 miliar.

Potensi ekonomi karbon RI yang mencapai Rp8.000 triliun berasal dari potensi hutan tropis sebesar Rp1.780 triliun, hutan mangrove Rp2.333 triliun, dan lahan gambut Rp3.888 triliun. (Lihat grafik di bawah ini.)

Di Indonesia, perdagangan karbon sejauh ini masih dilakukan secara tertutup atau baru dilakukan antar PLTU, belum melalui bursa karbon.

Selain mekanisme perdagangan, Menteri Keuangan Sri Mulyani juga akan menerapkan pajak karbon sesuai dengan UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) yang juga akan dimulai dari PLTU.

Sri Mulyani juga menegaskan dirinya sangat hati-hati dalam memungut pajak karbon. Kehati-hatian ini berkaitan dengan reaksi pasar di bursa karbon nantinya.

Menurut pemerintah, pajak karbon adalah bagian dari rencana panjang jangka menengah yang disusun untuk mendukung terwujudnya ekonomi rendah emisi.

Penetapan tarif pajak karbon diharapkan mampu mengembangkan mekanisme pembiayaan yang inovatif.

Perdagangan Karbon di RI

Di Indonesia, inisiatif bursa karbon dan perdagangan karbon dikatakan akan dimulai dari 99 Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU).

"Pada tahun 2023 ada 99 PLTU berbasis batu bara yang berpotensi untuk mengikuti emission trading system atau ETS dimana total kapasitas dari PLTU tersebut adalah 33.565 MW," ujar Sri Mulyani, Selasa (6/6/2023).

Halaman : 1 2 3
Advertisement
Advertisement