Menurut Tay, berbagai tantangan itu menciptakan kondisi suku bunga tinggi, sehingga menurunkan minat perusahaan untuk IPO dan menunda go-public. Dia mencatat, situasi ini membuat dana perolehan IPO di Asia Tenggara pada tahun ini menjadi yang terendah dalam sembilan tahun terakhir.
Capital Markets Advisor Deloitte Indonesia, Jasmin Maranan menambahkan, turunnya minat IPO di Indonesia juga disebabkan karena faktor politik di mana 2024 merupakan tahun pemilu. Menurutnya, perusahaan menunggu arah kebijakan moneter dan fiskal pemerintah baru sebelum mengambil keputusan, termasuk prioritas belanja dalam APBN.
"Di samping itu, regulator pasar modal juga tengah mengambil langkah-langkah penting untuk lebih bisa meningkatkan daya tarik serta likuiditas pasar dengan harapan dapat meningkatkan listing di 2025," katanya.
IPO Bakal Lebih Ramai di 2025
Di awal 2025, sejumlah calon emiten mulai masuk proses IPO. Berdasarkan catatan IDXChannel, ada delapan perusahaan dengan rincian lima perusahaan masuk penawaran awal (book building) dan tiga perusahaan sudah masuk penawaran umum (offering).
Dua calon emiten memperoleh sorotan pasar karena induk perusahaannya mencatat kinerja saham yang cemerlang yakni anak usaha PANI, PT Bangun Kosambi Sukses Tbk (CBDK) dan anak usaha RAJA, PT Raharja Energi Cepu Tbk (RATU). Keduanya membidik dana IPO hampir Rp3 triliun.