IDXChannel - Langkah PT Nusa Konstruksi Enjiniring Tbk (DGIK) merevisi atas laporan keuangan periode triwulan I-2023 berbuntut panjang.
Hal tersebut lantaran dalam revisi yang dilakukan, catatan kinerja dari emiten konstruksi itu berubah dari semula mengalami kerugian menjadi untung.
Sontak, hal tersebut menjadi pertanyaan bagi pelaku pasar terkait validitas laporan keuangan yang secara resmi telah disampaikan kepada PT Bursa Efek Indonesia (BEI) sebagai regulator pasar modal nasional.
Tak ingin berisiko menimbulkan kerugian, pelaku pasar pun mendesak pihak BEI dan juga Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk mengusut tuntas kejanggalan tersebut.
"(Kejanggalan) Ini tidak hanya berpotensi merugikan pemegang saham minoritas, namun juga kreditur maupun calon investor," ujar Andi LM, salah satu pemegang saham DGIK yang hadir dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) yang digelar oleh DGIK.
Menurut Andi, pada 28 April 2023 pihak DGIK telah menyampaikan Laporan Keuangan Triwulan I-2023, di mana tercatat bahwa dalam periode tersebut perusahaan membukukan rugi bersih sebesar Rp5,22 milyar.
Namun, pada 25 Mei 2023, pihak DGIK tiba-tiba melakukan revisi, di mana pada Laporan Keuangan Triwulan I-2032 yang baru tercatat bahwa perusahaan berhasil meraup laba bersih sebesar Rp5,12 miliar.
"Itu artinya ada lonjakan (laba bersih) hingga 198 persen, padahal pada laporan keuangan sebelumnya, yang sebelum direvisi, mereka masih rugi Rp5,22 miliar," tutur Andi.
Kedua versi laporan keuangan tersebut, dijelaskan Andi, telah dipublikasikan melalui laman resmi BEI.
Dalam penjelasannya kepada OJK dan BEI, Direktur Utama DGIK, Heru Firdausi Syarif, menyebut bahwa perubahan tersebut terjadi karena adanya kenaikan nilai persediaan sebesar Rp5,4 miliar dan uang muka sebesar Rp4,9 miliar.
Karenanya, menurut Heru, penyesuaian harus dilakukan agar perusahaan dapat memenuhi standar akuntansi yang berlaku.
Namun, dalam pandangan Andi, alasan Direksi DGIk tersebut justru melanggar Prinsip Akuntansi Macthing Cost Against Revenue seperti yang tertera pada Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 14 dan 72.
"Karena kenaikan nilai persediaan dan uang muka itu bukan berasal dari penambahan persediaan dan uang muka, melainkan karena Direksi DGIK diduga menunda pencatatan biaya-biaya yang seharusnya dibukukan pada periode Triwulan I-2023," ungkap Andi.
Dugaan praktik penundaan pencatatan biaya-biaya inilah, yang oleh pelaku pasar dianggap menjadikan seolah DGIK mampu meraup laba. Padahal kenyataan di lapangan tetaplah rugi.
Karena itu, Andi dan pelaku pasar lainnya menilai sudah seharusnya OJK dan BEI melakukan pemeriksaan terhadap Laporan Keuangan DGIK untuk Triwulan I-2023 tersebut, karena berpotensi menimbulkan kerugian bagi berbagai pihak terkait.
"Laporan Keuangan yang disusun tidak sesuai prinsip-prinsip akuntansi dapat mengakibatkan pemegang saham minoritas, kreditur dan calon investor salah dalam mengambil keputusan investasi maupun pembiayaan," papar Andi.
Jika hal itu terjadi, lanjut Andi, maka Direksi Perusahaan Publik dapat dikenakan sanksi sesuai dengan Undang-Undang Nomor 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal.
Sementara, Ester Septima, pemegang saham minoritas DGIK lainnya, juga meragukan kebenaran informasi dan fakta material pada Revisi Laporan Keuangan NKE. Misalnya pengakuan Laba Kotor NKE sebesar 26,8 persen yang dinilainya sangat tidak lazim.
Pasalnya angka tersebut dianggap Ester jauh diatas rata-rata laba kotor industri konstruksi yang berada pada kisaran 10 hingga 15 persen.
"Seperti misalnya PT Total Bangun Persada TBK yang hanya mencatatkan laba kotor sebesar 15,25 persen dan PT Adhi Karya Tbk sebesar 12,49 persen. Jadi aneh," ujar Ester.
Selain itu, lanjut Ester, perolehan kontrak baru DGIK juga terbilang masih sangat minim. Sedangkan kontrak berjalan (carry over) juga tinggal sedikit.
Minimnya kontrak kerja ini terlihat jelas pada Catatan Nomor 29 pada Laporan Keuangan DGIK. Dengan demikian, menjadi tanda tanya besar bagi pemegang saham minoritas, bagaimana DGIK bisa membukukan laba kotor yang sangat besar, di tengah minimnya kontrak kerja yang didapat.
Senada dengan Andi, Ester juga meminta OJK dan BEI segera memeriksa Revisi Laporan Keuangan NKE Triwulan I 2023. Hasil pemeriksaan OJK dan BEI tersebut juga harus segera disampaikan kepada publik dan seluruh pemegang saham.
"Semua kejanggalan yang berpotensi menyesatkan informasi di industri pasar modal sudah seharusnya diusut tuntas OJK dan BEI, karena ini kaitannya dengan perlindungan investor agar industri pasar modal tetap kondusif," tegas Ester. (TSA)