IDXChannel - Pasar modal Indonesia berkinerja positif sepanjang 2023, kendati adanya sejumlah tantangan makroekonomi. Bagaimana dengan outlook di 2024?
Beberapa pandangan terkait pasar modal RI di tahun ini mengemuka di tengah sejumlah sentimen makro seperti kemungkinan melunaknya kebijakan suku bunga bank sentral utama dunia dan prospek inflasi yang kian melandai.
Selain itu, ketegangan geopolitik yang semakin meruncing di Timur Tengah dan Asia bisa berdampak bagi dinamika pasar.
Sepanjang tahun lalu, IHSG ditutup menguat 6,16 persen sepanjang 2023 di level 7.272,79. Perolehan ini juga lebih tinggi dari pencapaian 2022 sebesar 4,09 persen.
Kinerja IHSG tahun lalu juga tercatat menjadi yang terbaik nomor dua se ASEAN di banding beberapa indeks lainnya. Posisi IHSG menjadi yang terbaik ke dua di bawah Vietnam yang kinerja VN-Index yang tahun ini moncer 12,2 persen YTD hingga 29 Desember 2023.
Kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di awal 2024 juga sempat mencapai level tertinggi sepanjang masa (all time high/ATH) per 5 Januari 2024 di level Rp7.350. Posisi ini membawa angin segar optimisme IHSG di sepanjang tahun ini. (Lihat grafik di bawah ini.)
Laju IHSG sangat dipengaruhi oleh faktor global, sementara faktor internal yang membuat sejumlah saham bertenaga adalah pembagian dividen jumbo hingga rilis data ekonomi yang solid.
Pergerakan IHSG selama 11 bulan pertama 2023 cenderung bergerak sideways dan mengalami breakout menjelang akhir tahun tepatnya pada November.
Menjelang akhir tahun, bank sentral Amerika Serikat (AS) mempertahankan suku bunganya sebesar 5,5 persen pada Rabu (13/12/2023). Statista mencatat, sikap The Fed sepanjang tahun ini menggambarkan siklus pengetatan paling agresif dalam beberapa dekade.
Dengan suku bunga yang rendah secara historis setelah pandemi, The Fed telah mengambil tindakan yang sangat agresif untuk mengendalikan inflasi selama dua tahun terakhir. Kondisi ini sempat berdampak bagi volatilitas pasar. Meskipun, optimisme muncul jelang akhir 2023 saat The Fed diprediksi melunak pada 2024.
Dari dalam negeri, sebentar lagi pesta demokrasi lima tahunan, pemilihan umum (pemilu) 2024 juga digelar. Laju pasar modal RI digadang akan bersinggungan dengan gelaran pemilu kali ini.
Sejumlah lembaga sekuritas juga memproyeksikan target IHSG hingga akhir 2024. IHSG diprediksi berkinerja moncer di atas 7.500 di tahun ini. (Lihat tabel di bawah ini.)
Berikut sejumlah pandangan dari lembaga konsultansi dan sekuritas terkait outlook pasar modal dalam negeri pada 2024 yang telah dihimpun Tim Riset IDX Channel.
- MNC Sekuritas
MNC Sekuritas memproyeksi sejumlah sentimen yang akan mempengaruhi pasar modal domestik di tahun ini. Di antaranya upaya pemerintah memperluas bantuan sosial untuk melindungi daya beli masyarakat segmen berpenghasilan rendah. Selain itu juga terkait percepatan pencairan KUR kepada penguatan UMKM dan penguatan sektor properti.
Pemerintah juga telah mengungkapkan rencana kenaikan gaji pegawai negeri sipil sebesar 8 persen dan kenaikan pensiunan di tahun mendatang sebesar 12 persen.
Selain itu, adanya pemilihan umum (Pemilu) 2024 dapat berdampak terhadap konsumsi: Secara historis, dalam 4 siklus terakhir kontes politik memang nyata di mana terdapat kecenderungan pertumbuhan PDB yang lebih rendah menjelang pemilu dan lebih tinggi pasca pemilu.
Kekhawatiran terhadap meningkatnya ketegangan geopolitik termasuk konflik Timur Tengah baru-baru ini telah memicu kekhawatiran pasar mengenai potensi lonjakan inflasi yang berimplikasi pada stabilitas pasar.
MNC Sekuritas juga menyebutkan catatan positif IHSG dengan kenaikan nilai saham-saham berkapitalisasi besar pada Desember 2023 dengan investor domestik, khususnya investor ritel, masih memegang posisi dominan.
MNC Sekuritas juga memasang target IHSG 2024 dengan target fundamental di level 7.700 untuk skenario dasar, 6.900 untuk skenario bearish, dan 8.100 untuk skenario bullish.
- BRI Danareksa
BRI Danareksa memproyeksikan kondisi pasar RI akan bergantung pada pergeseran komprehensif fokus risiko ke moderasi pertumbuhan yang sedang berlangsung seiring dengan menurunnya inflasi inti global.
Operasi fiskal dan kebijakan moneter digadang akan menjadi obat mujarab utama untuk menghindari dampak buruk pada lintasan pertumbuhan ekonomi RI.
“Meskipun terjadi perlambatan pertumbuhan konsumsi, kami memperkirakan PDB Indonesia secara keseluruhan akan tetap pada tingkat 5 persen,” tulis riset BRI Danareksa.
Belanja fiskal dan pemasukan dana pemilu menjadi salah satu pendorong utama perekonomian dalam negeri. Karenanya, ada ekspektasi imbal hasil yang lebih rendah pada 2024, meskipun spread obligasi pemerintah Indonesia (INDOGB) ke obligasi pemerintah AS alias US Treasury (UST) berpotensi melebar didukung adanya buffer untuk melawan risiko-risiko yang berasal dari luar.
Pendorong utama volatilitas imbal hasil obligasi ini adalah katena minat terhadap Treasury AS yang meningkay, FFR yang lebih tinggi, dan premi berjangka yang memberikan tekanan pada imbal hasil Treasury AS.
Imbal hasil UST mengalami lonjakan yang signifikan sepanjang tahun 2023, mencapai puncaknya di 4,98 persen pada 19 Oktober, yang merupakan level tertinggi sejak tahun 2007.
Peningkatan substansial dalam imbal hasil UST ini secara intrinsik terkait dengan kenaikan suku bunga Fed Funds Rate (FFR) AS.
Lonjakan ini lebih lanjut didorong oleh kombinasi beberapa faktor, termasuk pasokan Treasury AS yang besar, disertai dengan arus keluar modal dari pemegang saham utama seperti China dan Jepang.
Selain itu, meningkatnya ketidakpastian global, komitmen bank sentra AS, The Federal Reserve (The Fed) untuk menaikkan suku bunga dalam jangka waktu yang lama, dan kenaikan premi berjangka secara bersamaan semuanya berkontribusi pada peningkatan imbal hasil UST.
Riset BRI menambahkan, risiko utama yang akan dihadapi pasar di tahun 2024, terutama terkait risiko dalam negeri.
Setidaknya, perlu mewaspadai adanya tiga faktor utama yang berpotensi menjadi pemicu inflasi, yaitu (1) potensi kelangkaan bahan pangan bergejolak (volatile food) dalam negeri, seperti beras dan cabai; (2) kenaikan harga komoditas global, termasuk minyak; dan (3) lonjakan permintaan musiman yang signifikan pada acara keagamaan.
“Kami masih melihat risiko inflasi yang kecil terhadap kebijakan moneter BI. Rupiah diperkirakan akan lebih stabil meskipun kami mengantisipasi bahwa mata uang nasional kemungkinan akan menghadapi hambatan eksternal yang sedang berlangsung di semester pertama 2024 karena kinerja yang masih sangat terkait dengan dinamika ekonomi global,” tulis riset BRI
Beberapa faktor menimbulkan risiko terhadap volatilitas rupiah di antaranya termasuk sikap agresif bank sentral AS yang berkepanjangan, pertumbuhan domestik yang lamban, dan defisit anggaran yang signifikan.
- CLSA
CLSA Sekuritas melakukan survei sederhana terhadap sekitar 200 responden untuk memahami pandangan politik mereka sehubungan dengan pemilihan presiden pada 14 Februari 2024.
“Ukuran sampel kami kecil, dengan fokus hanya pada pasar massal (yaitu mereka yang memiliki pendapatan bulanan rata-rata di bawah Rp5 juta atau sekitar USD320).
Riset CLSA menemukan bahwa responden cukup menghargai program subsidi di antara program-program kandidat lainnya.
Bagi mereka, warisan Jokowi sangat kuat di bidang infrastruktur dan bantuan sosial. Menariknya, pilihan kandidat tidak selaras dengan program yang disukai responden.
Pandangan agar subsidi terus disalurkan, terutama kelompok berpendapatan rendah. Meskipun subsidi telah menjadi bagian dari anggaran negara selama bertahun-tahun. Juga, terdapat janji-janji baru yang dibuat seperti sekolah gratis.
Meskipun terjadi pandemi, persentase subsidi terhadap PDB lebih rendah pada era Jokowi. Lembaga ini juga berharap pemerintahan baru akan mempertahankan pendekatan ‘subsidi yang ditargetkan’, yang diprakarsai oleh Presiden Jokowi ketika ia menjabat. Presiden Jokowi juga dianggap kembali menggairahkan program ultra mikro (KUR) bersubsidi.
Di lain pihak, pembangunan infrastruktur dinilai sebagai program terbaik Presiden Jokowi, disusul dukungan pendidikan (kartu pintar) dan bantuan sosial.
Panjang jalan tol yang meningkat lebih dari tiga kali lipat selama dua periode kepemimpinan Jokowi dan masih adanya beberapa proyek infrastruktur yang perlu diselesaikan oleh pemerintahan berikutnya menjadi perhatian responden.
Para responden dari penelirian CLSA juga memperhatikan detail terkait kesinambungan program pemerintah.
“Berdasarkan survei ini, kami memperkirakan penerima manfaat dari kelanjutan program Jokowi untuk pasar di antaranya adalah Indofood CBP, Bank Rakyat Indonesia (BRI), Alfamart, Mayora, Cisarua Mountain Dairy, Bank Tabungan Negra (BTN), dan Jasa Marga,” tulis riset CLSA.
Riset tersebut menambahkan, pemilu biasanya disertai dengan keributan politik, yang bisa menjadi peluang untuk mengumpulkan saham-saham blue chips seperti BCA dengan prasyarat jika terjadi koreksi yang tidak berhubungan dengan fundamental.
- DBS Research Group
DBS Research Group mendasarkan outlook pasar 2024 optimis berdasarkan kuatnya pertumbuhan ekonomi Indonesia di antara negara-negara G20 pada semester pertama 2023. Kondisi ini juga didukung oleh belanja modal, konsumsi, dan dampak dari perubahan struktural dalam ekspor, yaitu peningkatan proporsi output komoditas hilir.
Kondisi inflasi RI juga sudah kembali ke kisaran target bank sentral pada paruh kedua tahun ini, dengan peningkatan pangan diatasi melalui kombinasi langkah-langkah dari sisi pasokan dan dukungan biaya hidup.
Pemerintah juga telah mengurangi dampak pandemi dengan memanfaatkan pendapatan yang kuat untuk mempersempit defisit fiskal hingga di bawah ambang batas 3,0 persen, memperketat suku bunga kebijakan untuk memastikan stabilitas harga dan nilai tukar, penghentian pembelian obligasi langsung dan menaikkan harga bahan bakar bersubsidi pada kuartal keempat tahun 2022 sebagai respons atas tekanan fiskal dari kenaikan harga minyak.
Menurut DBS Research Group, ada tiga aspek yang akan menjadi perhatian pasar di tahun 2024, di antaranya:
- Perubahan kepemimpinan politik yang akan datang.
- Perluasan jejak di sektor komoditas yang memiliki nilai tambah.
- Keluarnya Indonesia dari kondisi kebijakan moneter yang ketat. Hal ini akan terjadi karena melemahnya dampak dari kenaikan harga komoditas, perlambatan ekonomi China sebagai mitra dagang utama RI, serta pertumbuhan global dan kebutuhan untuk menjaga momentum ekonomi pasca pemilu. (ADF)
Disclaimer: Keputusan pembelian/penjualan saham sepenuhnya ada di tangan investor.