IDXChannel - Nilai tukar (kurs) rupiah sore ini (4/3/2024) ditutup melemah 38 poin ke level Rp15.742 per USD.
Pengamat pasar uang, Ibrahim Assuaibi mengatakan, indeks dolar AS menguat karena meningkatnya ketegangan geopolitik akibat konflik Israel-Hamas dan serangan Houthi terhadap pelayaran Laut Merah membuat kekhawatiran terhadap pertumbuhan ekonomi global akan meredup.
"Dalam beberapa komentar paling keras yang dilontarkan pemimpin senior AS, Wakil Presiden AS Kamala Harris pada Minggu menuntut kelompok militan Palestina Hamas menyetujui gencatan senjata segera selama enam minggu sambil dengan tegas mendesak Israel berbuat lebih banyak guna meningkatkan pengiriman bantuan ke Gaza," jelas Ibrahim dalam risetnya, Senin (4/3/2024).
Sentimen lainnya yaitu, data konsumen yang lebih lemah dari perkiraan dan data indeks harga PCE yang sejalan memicu anggapan ini selama seminggu terakhir. Spekulasi mengenai suku bunga menempatkan kesaksian Gubernur Fed, Jerome Powell yang akan datang menjadi fokus utama.
Menurut Ibrahim, para analis memperkirakan Powell akan menegaskan kembali bahwa suku bunga akan tetap bertahan dalam jangka pendek.
Fokus minggu ini juga tertuju pada data nonfarm payrolls untuk Februari 2024, yang akan dirilis pada Jumat ini, mengingat kekuatan pasar tenaga kerja juga merupakan salah satu pertimbangan utama The Fed untuk menyesuaikan suku bunga.
Selain itu, para pedagang menghindari taruhan besar menjelang Kongres Rakyat Nasional 2024. Pemerintah China, sambung Ibrahim, diperkirakan akan meluncurkan lebih banyak langkah stimulus untuk mendukung pemulihan ekonomi yang melambat, terutama ketika negara tersebut bergulat dengan krisis pasar properti dan tren deflasi yang memburuk.
Dari sentimen domestik, Purchasing Manager Index (PMI) manufaktur Indonesia pada Februari menyentuh skor 52,7, turun dari 52,9 pada Januari. Meski begitu, PMI Manufaktur tersebut masih tergolong ekspansif.
Berdasarkan indeks S&P Global, skor PMI Manufaktur itu didukung produksi manufaktur yang cenderung naik pada Februari. Selain itu, tingkat pertumbuhan juga cenderung solid, meski mengalami penurunan dari Januari.
Berdasarkan rilis S&P, kenaikan itu didorong oleh jumlah pekerjaan baru yang masuk semakin besar, serta perbaikan kondisi permintaan. Hal ini pun merangsang permintaan baru yang naik selama sembilan bulan berturut-turut.
Sebaliknya, permintaan asing terhadap produk manufaktur justru mengalami stagnasi. S&P mengungkap, sebagian besar stok di beberapa konsumen negara tujuan ekspor masih cukup melimpah, sehingga tidak mendorong pesanan baru.
Data PMI bulan Februari mencerminkan manufaktur Indonesia meningkat sejak awal tahun. Permintaan domestik yang solid memang mendukung pertumbuhan, tetapi permintaan asing yang mengalami stagnasi pada Februari harus selalu dicermati.
Meski belum berdampak langsung terhadap kenaikan harga keluaran di atas rata-rata, mengalihkan beban biaya secara terus-menerus bisa memicu kenaikan signifikan pada biaya bulan-bulan mendatang yang berakibat terhadap pertumbuhan permintaan.
"Secara umum, sentimen di antara perusahaan manufaktur Indonesia pada Februari membaik, sejalan dengan indikator-indikator yang mengarah pada masa depan, seperti pesanan baru, menunjukkan bahwa keluaran akan terus berkembang dalam jangka pendek," papar Ibrahim.
Dengan demikian, untuk perdagangan besok (5/3), mata uang rupiah berpotensi dibuka fluktuatif. Namun ditutup melanjutkan pelemahan di rentang Rp15.730-Rp15.790 per USD.
(FAY)