Menurut laporan Reuters baru-baru ini, China dan Indonesia mungkin akan menurunkan produksi nikel minimal 100.000 metrik ton pada 2024.
Keputusan ini berasal dari upaya produsen untuk memitigasi kerugian di tengah penurunan harga nikel, yang sangat penting bagi manufaktur baja tahan karat dan EV.
Pengurangan produksi mungkin diperlukan bagi produsen untuk menaikkan harga dan mengurangi surplus pasar, dibandingkan sekadar menghentikan kerugian.
Namun, para ahli lain menyatakan bahwa situasi di lapangan dapat berubah dengan cepat ketika stok yang dimiliki oleh pabrik peleburan di Indonesia habis.
Misalnya, laporan Bloomberg yang mengutip para analis di Macquarie Group Ltd mengatakan bahwa penipisan dan prospek kebangkitan kembali pembelian China setelah periode de-stocking yang berkepanjangan pada tahun lalu dapat menyebabkan defisit pasokan nikel pada akhir 2024.