Di tengah tren penurunan batu bara, harga aluminium global justru menunjukkan penguatan. Produksi aluminium dunia pada 2024 naik menjadi 73,01 juta ton, namun harga di London Metal Exchange (LME) terus menanjak. Pada Oktober 2025, harga rata-rata aluminium mencapai USD2.584,57, bahkan sempat menyentuh USD2.798,50.
Permintaan aluminium diproyeksikan terus berkembang mencapai 75 juta ton pada 2026, didorong oleh kebutuhan industri energi terbarukan, kendaraan listrik, hingga infrastruktur kelistrikan. Momentum harga ini diperkirakan menjadi katalis positif bagi pendapatan smelter KAI begitu beroperasi.
Di tengah kenaikan biaya operasional pada 2024, biaya penambangan naik 26 persen YoY, pemrosesan 24 persen YoY, dan transportasi 16 persen YoY, ADMR masih mampu mencatat penurunan cash cost sebesar 2 persen YoY.
Penurunan ini terutama didorong oleh penurunan biaya royalti sebesar 7 persen YoY menjadi USD146,99 juta, sejalan dengan turunnya harga batu bara metalurgi, serta penurunan harga bahan bakar sebesar 5 persen YoY.
Dengan menggunakan metode Sum-of-the-Parts (SOTP) dengan required return 6,43 persen dan terminal growth 4,23 persen, Phintraco Sekuritas memperkirakan nilai wajar ADMR berada di Rp1.490 per saham. Ini mencerminkan valuasi P/E 11,32x dan P/BV 1,67x.