Kemudian pada Pasal 12C, disebutkan bahwa “Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12B Ayat (1) tidak berlaku, jika penerima melaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada KPK.”
Dari dua peraturan di atas, dapat disimpulkan bahwa gratifikasi sendiri sebenarnya bersifat netral dan tidak terlarang dengan sendirinya. Namun jika pemberian dilakukan berdasarkan jabatan yang diampu penerima dan untuk tujuan tertentu, maka gratifikasi ini dianggap suap.
Melansir Pusat Edukasi Antikorupsi KPK, gratifikasi kepada pejabat pemerintah rentan menjadi korupsi suap, sebab berpotensi memicu konflik kepenting yang dapat memengaruhi pengambilan keputusan kebijakan dan pelayanan publik.
Selain itu, seringkali pemberian hadiah biasa dan gratifikasi suap menjadi sesuatu yang samar. Profesor Kebijakan Publik University of Adelaide Adam Graycar mengatakan dari segi antropologi kemasyarakatan, hadiah dan gratifikasi yang dilarang memiliki tiga sifat.
Yaitu memicu timbal balik (resiprokal), menuntut proses pertukaran, dan saling berbalas (quid pro quo). Maksudnya, ketika diberi hadiah oleh seseorang, meskipun pemberi tidak menuntut balasan apa pun, pemberian tersebut dapat menimbulkan rasa utang budi pada si penerima.