sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

Gelondongan Kayu Saat Banjir Bandang, Menteri LH Singgung Pembukaan Lahan Sawit

News editor Danandaya Arya Putra
03/12/2025 16:02 WIB
Kementerian Lingkungan Hidup menyoroti banyaknya kayu gelondongan yang terbawa arus banjir bandang di Batang Toru, Tapanuli Selatan.
Kementerian LH menyoroti banyaknya kayu gelondongan yang terbawa arus banjir bandang di Batang Toru, Tapanuli Selatan. (Foto: iNews Media/Danandaya Arya Putra)
Kementerian LH menyoroti banyaknya kayu gelondongan yang terbawa arus banjir bandang di Batang Toru, Tapanuli Selatan. (Foto: iNews Media/Danandaya Arya Putra)

IDXChannel - Kementerian Lingkungan Hidup menyoroti banyaknya kayu gelondongan yang terbawa arus banjir bandang di Batang Toru, Tapanuli Selatan. Kawasan tersebut saat ini menjadi prioritas penanganan pascabencana.

“Perhatian serius memang kami fokuskan dulu di tahap satu ini ke Batang Toru karena landscape-nya cukup unik, seperti huruf ‘V’, sehingga semua air masuk ke tengah dan di tengah itulah kota-kota berada,” kata Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq usai rapat dengan Komisi XIII DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (3/12/2025).

Dia mencatat, berdasarkan peta satelit, bagian hulu Batang Toru seharusnya merupakan kawasan hutan. Namun, area tersebut kini berubah fungsi menjadi lahan pertanian.

“Ini fungsinya secara tata ruang justru kepada pertanian lahan kering dan lahan basah. Padahal lokasinya di puncak, sehingga begitu terjadi bencana ya seperti ini,” ujarnya.

Hanif juga menemukan indikasi pembukaan lahan sawit yang menyebabkan penebangan pohon di kawasan hulu. Kayu hasil tebangan tidak dibakar karena kebijakan zero burning, sehingga ditumpuk di tepi lahan.

“Kemudian ada indikasi pembukaan kebun sawit yang menyisakan log-log (batang-batang kayu) itu. Karena zero burning, kayu tidak dibakar tetapi dipinggirkan. Banjir yang cukup besar mendorong kayu itu sehingga menimbulkan bencana berlipat-lipat,” tuturnya.

Di sisi lain, bencana diperparah fenomena hidrometeorologi. Curah hujan ekstrem melanda Sumatera Utara, Sumatera Barat, dan Aceh, dengan volume air yang sangat tinggi. “Di Aceh, selama dua hari terjadi hujan intensitas tinggi yang membawa 9,7 miliar kubik air turun dari langit,” katanya.

Dengan debit air sebesar itu, kemampuan daya serap lahan tidak dapat bekerja maksimal. Kondisi semakin parah karena bentang alam di sejumlah wilayah sudah tidak sesuai daya dukung dan daya tampung.

“Seberapapun kapasitas landscape-nya tentu tidak mampu, apalagi kondisi landscape-nya banyak sudah tidak memenuhi daya dukung dan daya tampung,” ujar Hanif.

(Rahmat Fiansyah)

Halaman : 1 2
Advertisement
Advertisement