“Kemudian ada indikasi pembukaan kebun sawit yang menyisakan log-log (batang-batang kayu) itu. Karena zero burning, kayu tidak dibakar tetapi dipinggirkan. Banjir yang cukup besar mendorong kayu itu sehingga menimbulkan bencana berlipat-lipat,” tuturnya.
Di sisi lain, bencana diperparah fenomena hidrometeorologi. Curah hujan ekstrem melanda Sumatera Utara, Sumatera Barat, dan Aceh, dengan volume air yang sangat tinggi. “Di Aceh, selama dua hari terjadi hujan intensitas tinggi yang membawa 9,7 miliar kubik air turun dari langit,” katanya.
Dengan debit air sebesar itu, kemampuan daya serap lahan tidak dapat bekerja maksimal. Kondisi semakin parah karena bentang alam di sejumlah wilayah sudah tidak sesuai daya dukung dan daya tampung.
“Seberapapun kapasitas landscape-nya tentu tidak mampu, apalagi kondisi landscape-nya banyak sudah tidak memenuhi daya dukung dan daya tampung,” ujar Hanif.
(Rahmat Fiansyah)