"Di tengah dorongan pemerintah untuk mendigitalisasi ekonomi, kebijakan yang inkonsisten terasa ironis karena akan berpotensi membatasi inovasi dan fleksibilitas kerja yang menjadi daya tarik utama industri digital," katanya.
Secara yuridis, kata Ari, hubungan antara mitra pengemudi dan perusahaan aplikasi telah diatur sebagai hubungan kemitraan, bukan hubungan kerja. Pasal 15 Ayat (1) Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 12 Tahun 2019 secara eksplisit menyatakan bahwa pengemudi dalam platform ride-hailing berstatus mitra, bukan pekerja.
Meskipun kewenangan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) meliputi segala hal yang berkaitan dengan tenaga kerja. Namun, dalam penafsiran otentik dan pasal demi pasal dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 dan Undang-Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 serta peraturan pelaksanaannya sebenarnya tidak mencakup urusan kemitraan ini.
"Melainkan hanya hubungan kerja antara pekerja dan pengusaha berdasarkan perjanjian kerja yang mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan perintah," katanya.