Ajeng mengatakan, PRISMA ini menjadi acuan validasi ketika perusahaannya menerapkan penegakan HAM di dalam perusahaannya. Ia melanjutkan, acuan PRISMA ini menjadi jawaban apabila investor mempertanyakan pelaksanaan bisnis dan HAM, yang ternyata sudah disetujui oleh pemerintah langsung.
"Dengan adanya kita bergabung dengan PRISMA ini, sedikit banyakanya kita bisa bercerita bahwa ini ada validasi dari pihak ketiga," lugas Ajeng.
Diketahui, PRISMA merupakan aplikasi Penilaian Risiko Bisnis dan HAM (PRISMA) berbasis website. Aplikasi PRISMA ini digunakan dengan tujuan memfasilitasi perusahaan di semua sektor bisnis untuk melakukan penilaian dirinya sendiri (self assesment) atas isu bisnis dan HAM.
Perusahaan dapat memetakan kondisi riil atas potensi risiko pelanggaran HAM yang disebabkan oleh kegiatan bisnis di dalam internal perusahaannya. Selain itu, melalui aplikasi PRISMA diharapkan perusahaan dapat membentuk mekanisme pencegahan dan penindakan atas tegakknya HAM di lingkungan bisnis.
"Tidak hanya untuk menganalisis risiko, namun aplikasi PRISMA juga sebagai sarana edukatif dan informatif untuk mempelajari bisnis dan HAM lebih jauh bagi perusahaan," jelas Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly, dalam keterangan resmi di laman Kemenkumham.
(SAN)