IDXChannel - Direktur Lokataru Haris Azhar menjelaskan korban tragedi Kanjuruhan kembali menggugat sejumlah pihak senilai Rp62 miliar. Gugatan, dengan delapan pihak tergugat dan empat pihak tergugat lainnya yang bertanggung jawab.
Nominal gugatan perdata Rp62 miliar ini bukan persoalan perhitungan santunan untuk korban yang meninggal dunia. Melainkan ada biaya materiil dari para korban tragedi Kanjuruhan.
"Ini masalahnya bukan soal santunan, bahwa ada rupiah, total ini kami rupiahkan Rp62 miliar. Tapi, anda tanya di muka bumi ini, siapa yang anaknya ditukar dengan Rp100 miliar, tidak ada yang mau. Jadi, nyawa itu tidak tergantikan, kedukaan itu tidak bisa dimaterialkan lewat uang," ucap Haris Azhar, ditemui wartawan di PN Malang, pada Rabu siang (21/12/2022).
Ia menjelaskan, perhitungan nominal Rp62 miliar yang muncul didasari pada kebutuhan misalnya perawatan selama hidup 7 korban tragedi Kanjuruhan. Sebutan di sini lebih pada pertanggungjawaban yang diajukan berdasarkan angka-angka riil dari korban.
"Angka-angka ini muncul, misalnya yang anaknya menjadi korban dihitung dengan cara biaya mereka dibesarkan dan potensialnya berapa. Dan juga ada hitungan kalau mereka sampai tingkatan tertentu, bekerja, menghasilkan uang berapa," ungkap dia.
Argumentasi penyebutan nominal ganti rugi itu penting sebab biasanya hakim akan meminta alasan mengapa nominal itu bisa muncul. Jadi dipastikan angka Rp 62 miliar itu merupakan patokan saja untuk tujuh keluarga korban yang mengajukan gugatan.
"Ada kalkulasi matematikanya. Maka nanti di situ juga akan menjadi dispute atau sengketa baru, untuk itu kita kasih patokan saja sebetulnya. Jadi Rp62 miliar itu itemnya ada banyak, ada soal uang mereka dibesarkan, uang untuk kalau mereka bekerja sampai umur berapa, lalu juga meminta pertanggungjawaban itu terkait entitas tertentu," jelasnya.
Meski demikian, bila ada keluarga korban yang bergabung di luar tujuh pihak keluarga ahli waris tragedi Kanjuruhan, dan korban luka yang ikut menggugat, pihaknya mempersilahkannya. Sebab perhitungan itu bukanlah hal final, karena yang utama adalah bagaimana meminta sebuah pertanggungjawaban.
"Dalam gugatan perdata itu dimungkinkan namanya intervensi. Jadi mereka bisa gabung, jadi menurut saya ini akan menjadi satu ranah pendidikan hukum yang sangat baik, untuk turut serta dalam proses yang utama meminta pertanggungjawaban," ucapnya.
Sementara masuknya Presiden Joko Widodo ke pihak yang tergugat disebutnya bukanlah meminta pertanggungjawaban secara material, melainkan lebih pada tuntutan agar Stadion Kanjuruhan Malang yang jadi lokasi kejadian tidak dibongkar, sampai persoalan hukum itu selesai.
"Jadi dalam gugatan ini tidak semata-mata meminta Rp62 miliar, bukan semata-mata meminta uang ganti membesarkan anak dan uang potensial yang harus didapat. Tapi ada tuntutan-tuntutan soal hal-hal yang patut dilakukan dan hal-hal yang tidak patut dilakukan tanpa ada kaitan soal angka atau rupiah," tukasnya.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, tim hukum dari Tatak mengajukan gugatan perdata ke PN Malang terkait tuntutan perdata ganti rugi sebesar Rp 62 miliar. Gugatan itu diajukan ke delapan pihak tergugat mulai dari PSSI, Dewan Pengawas PSSI, PT Liga Indonesia Baru, Panitia Penyelenggara Arema FC, Security Officer BRI Liga 1 2022-2023, PT Indosiar Visual Mandiri, PT Arema Aremania Bersatu Berprestasi Indonesia hingga Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri), dengan nilai total gugatan Rp 62 miliar.
Selain delapan pihak tergugat dalam kasus tragedi Kanjuruhan, ada empat pihak tergugat lainnya mulai dari Presiden Republik Indonesia Joko Widodo, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Kementerian Keuangan, dan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Malang, yang juga dicantumkan dalam berkas gugatan tersebut.
(SLF)