"Prinsip muamalah boleh, asal tak ganggu orang, atau mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram. Tapi kalau menganggu aktivitas sosial menjadi terlarang hukumnya haram jadinya," kata Niam saat ditemui wartawan di Jakarta MUI pusat, Jakarta, Kamis (29/12/2022).
Niam menjelaskan, fatwa tersebut dapat menjadi jawaban atas masalah yang muncul dan sangat terkait dengan kondisi faktual saat ini. Sebab, pembuatan fatwa bersifat kondisional dan kekinian mengikuti perkembangan zaman.
Namun dia mengatakan, pengecatan badan untuk atraksi maupun seni tak diharamkan. Sebab, memiliki nilai dan tak menggangu ketertiban masyarakat.
"Kalau di tempat yang lain dianggap sebagai sesuatu yang biasa, kemudian itu diterima sebagai value. Atau misalnya manusia silver untuk kepentingan atraksi misalnya, kan berbeda hukumnya manusia silver yang ganggu jalanan," ujarnya.
"Tapi kalau dia menjalankan aktivitas untuk di jalanan, kemudian secara umum yamg kita kenal dia ganggu ketertiban itu terlarang di manapun. Makanya harus dilihat kondisi faktual, enggak bisa di generalisasi," papar Niam.
Oleh karena itu, dia meminta kepada pemerintah khususnya dinas sosial (dinsos) untuk dapat menyelesaikan fenomena manusia silver. Sebab, kemunculannya semakin banyak tak hanya di kota-kota besar, manusia silver ini mengecat tubuhnya untuk meminta-minta.