Hukum penggunaan etanol dalam produk obat tercantum dalam Fatwa MUI Nomor 40 Tahun 2018 tentang Penggunaan Alkohol/Etanol untuk Bahan Obat. Umumnya penggunaan alkohol/ethanol pada obat digunakan sebagai pelarut, pengawet produk, pemberi rasa tajam, dan menutupi rasa tidak enak. Di pasaran saat ini, eliksir (sediaan cair yang pelarut zat aktifnya menggunakan alkohol/etanol) rata-rata mengandung alkohol lebih dari 5%. Namun sebagian obat cair bukan berupa eliksir, tetapi berupa sirup, suspensi atau emulsi tanpa menggunakan pelarut alkohol.
Pemakaian di Industri Kosmetika
Fungsi alkohol dalam produk skincare biasanya berperan sebagai pelarut, pengemulsi (mencampurkan dua bahan supaya bekerja lebih baik), antiseptik (membunuh bakteri), pengawet (meminimalisir pertumbuhan bakteri), dan membantu agar penyerapan produk ke dalam kulit lebih maksimal.
Hukum penggunaan etanol dalam produk obat juga mengikuti Fatwa MUI Nomor 11 Tahun 2018 tentang Produk Kosmetika yang Mengandung Alkohol/Etanol dan didukung Fatwa MUI Nomor 26 Tahun 2013 tentang Standar Kehalalan Produk Kosmetika dan Penggunaannya.
Fatwa tersebut menegaskan bahwa penggunaan kosmetika untuk kepentingan berhias hukumnya boleh dengan syarat, bahan yang digunakan adalah halal dan suci, serta tidak membahayakan. Penggunaan kosmetika dalam (untuk dikonsumsi/masuk ke dalam tubuh) yang menggunakan bahan yang najis atau haram hukumnya haram.
Dalam Fatwa MUI tersebut juga dinyatakan bahwa penggunaan kosmetika yang berfungsi sebagai obat memiliki ketentuan hukum sebagai obat, yang mengacu pada fatwa terkait penggunaan obat-obatan. Produk kosmetika untuk penggunaan luar, kandungan alkohol tidak dibatasi selama secara medis tidak membahayakan kesehatan dan bukan berasal dari industri khamr.
(IND)