IDXChannel – Bagaimana hukum arisan dalam Islam? Banyak orang belum memahami hal ini. Sebagaimana diketahui, arisan seolah telah menjadi budaya yang tak terpisahkan dari masyarakat Indonesia.
Kegiatan arisan kerap menjadi cara bagi masyarakat Indonesia untuk mengumpulkan uang secara bergantian. Tak hanya itu, arisan juga menjadi wadah untuk mempererat silaturahmi dan hubungan sosial sesama anggota kelompok masyarakat.
Meski demikian, tak sedikit orang melakukan arisan namun belum mengetahui hukumnya di dalam Islam. Oleh karena itu, IDXChannel merangkum hukum arisan dalam Islam sebagai berikut untuk Anda jadikan referensi.
Bagaimana Hukum Arisan dalam Islam?
Istilah arisan sudah tidak asing lagi bagi masyarakat umum. Umumnya kegiatan ini dilakukan di lingkungan kelompok masyarakat tertentu untuk mengeratkan hubungan sosial.
Menurut KBBI, arisan merupakan kegiatan mengumpulkan uang atau barang yang bernilai sama oleh beberapa orang kemudian diundi siapa di antara mereka yang memperolehnya.
Undian tersebut dilakukan dalam sebuah pertemuan yang dilakukan secara berkala. Kegiatan arisan ini juga umumnya dianggap sebagai sebuah upaya untuk menabung di mana nantinya akan ada perputaran uang.
Praktik arisan ini agaknya sangat umum dilakukan di dalam masyarakat. Meski demikian, ada beberapa pandangan yang bisa diambil sebagai dasar hukum arisan dalam Islam.
Pendapat pertama didasarkan pada pendapat Syaikh Shalih bin Abdillah al-Fauzaan, Syaikh Abdulaziz bin Abdillah Alu syaikh (mufti Saudi Arabia sekarang) dan Syaikh Abdurrahman al-Barâk, menyatakan bahwa arisan hukumnya haram karena termasuk riba. Adapun argumen dari jumhur ulama pertama ini adalah sebagai berikut.
- Para ulama sepakat bahwa semua utang yang memberikan kemanfaatan maka itu adalah haram dan riba. Hal ini sesuai dengan nukilan Ibnu al-Mundzir dalam kitab al-Ijma’, halaman ke-120 dan Ibnu Qudamah dalam al-Mughni 6/346. Hal ini lantaran pada praktiknya setiap peserta dalam arisan ini hanya menyerahkan uangnya dalam akad utang bersyarat yaitu mengutangkan dengan syarat diberi utang juga dari peserta lainnya.
- Praktik ini termasuk dalam utang yang membawa keuntungan (qardh jarra manfaatan). Adapun utang yang disyariatkan adalah utang dengan tujuan mengharap wajah Allah dan membantu meringankan orang yang berutang.
Arisan memiliki persyaratan akad (transaksi) di atas transaksi. Sementara itu, akad seperti ini dilarang oleh Rasûlullâh Shallallahu alaihi wa sallam dalam hadits Abu Hurairah Radhiyallahu anhu yang berbunyi :
نَهَى النَّبِيُّ صلّ الله عليه وسلّم عَنْ بَيْعَتَيْنِ فِيْ بَيْعَةٍ
Nabi Shallallahu alaihi wa sallam melarang dua jual beli dalam satu jual beli [HR Ahmad dan dihasankan Syaikh al-Albani radhiyallahu anhu dalam Irwâ’ul Ghalîl 5/149].
Sementara itu, pendapat kedua menyatakan bahwa arisan diperbolehkan. Inilah fatwa dari al-hâfizh Abu Zur’ah al-‘raqi (wafat tahun 826), (lihat Hasyiyah al-Qalyubi 2/258) fatwa mayoritas anggota dewan majlis Ulama besar (Hai’ah Kibaar al-Ulama) Saudi Arabia, seperti Syaikh Abdulaziz bin Bâz (mufti Saudi Arabia terdahulu) dan Syaikh Muhammad bin Shâlih al-Utsaimin serta Syaikh Abdullan bin Abdurrahman Jibrin.