Nazir mesti mampu merumuskan value proposition yang kuat, membidik segmentasi market spesifik, kemudian mengomunikasikan keunggulan produk dan layanan secara kreatif dan menarik kepada segmen market melalui kanal-kanal yang tepat.
Strategi marketing ngopi sambil berdonasi, menurut penulis, bukan strategi yang tepat. Bisnis ya bisnis. Donasi ya donasi. Tidak perlu dicampuradukkan. Marwah wakaf dan petani kopi perlu dijaga. Bisnis berbasis wakaf bukan “mengemis”, melainkan harus profesional.
Karena itu, yang perlu dipikirkan oleh nazir adalah diferensiasi dari kedai kopi wakaf. Apakah itu dari sisi cita rasa dan variannya ataupun suasana ngopi yang dibangun. Dari sisi cita rasa kopi misalnya, cita rasa khas kopi Arabica Kahaya dan Robusta Kemloko bisa diracik sedemikian rupa oleh barista, sehingga menghasilkan cita rasa kopi khas lokal.
Sementara, dari sisi suasana dan atmosfer yang dibangun, kedai kopi wakaf bisa memunculkan kesan epik kedaulatan petani kopi dari disain interiornya. Narasi visi yang kuat disertai visualisasi apik bisa memunculkan atmosfer kedaulatan petani kopi. Seolah konsumen diajak menjadi bagian dalam perjuangan mewujudkan kedaulatan petani kopi dan merasakan semangatnya.
Alternatif lain, kedai kopi wakaf bisa menawarkan value proposition suasana hangatnya ngopi sembari menikmati serunya wisata literasi. Mungkin bisa diberinama kedai kopi literasi. Kesan yang ingin dibangun, pelanggan kedai kopi literasi adalah orang intelek, elegan, berkelas, tapi casual dan gaul.
Disain kedai kopi dalam nuasan literasi mesti terasa. Buku bacaan beragam genre yang menarik, kontemporer, dan berkualitas mesti tersaji apik. Bedah buku perlu dihelat secara rutin. Sesekali perlu mengundang artis influencer sebagai narasumber.
Mengapa penikmat kopi betah berlama-lama nongkrong di kedai kopi brand asing? Karena, suasana berkelas dan elegan yang dibangun. Artinya, atmosfer dan suasana yang tepat bisa menjadi value proposition yang dibangun kedai kopi wakaf. Sehingga, bisa memunculkan brand awareness kedai kopi wakaf dalam benak pelanggan.
Karenanya, kesadaran dan keberpihakan umat Islam untuk turut serta dalam membangun industri kopi berbasis wakaf menjadi penting. Umat Islam-lah pelanggan utama dari jaringan bisnis kedai kopi wakaf.
Keberpihakan umat Islam akan membesarkan industri kopi berbasis wakaf. Karena, keuntungan dari jaringan bisnis kedai kopi wakaf menjadi surplus wakaf. Alokasinya seperti disebutkan sebelumnya, 40% bisa untuk reinvestasi dan pengembangan wakaf. Bayangkan industri kopi berbasis wakaf akan terus membesar dan boleh jadi secara bertahap akan menjadi pemimpin pasar.
Ketika jaringan bisnis kedai kopi wakaf berjalan baik dan sukses, pada titik inilah kita bisa mendeklarasikan kedaulatan petani kopi. Gambarannya, petani kopi menggarap lahan perkebunan kopi tanpa perlu menyewa lahan, melainkan dengan sistem bagi hasil. Kemudian, hasil panen yang menjadi bagian petani dibeli dengan harga pantas oleh nazir.
Kopi hasil panen diolah dan diproduksi menjadi kopi kemasan yang didistribusikan ke jaringan kedai kopi wakaf. Jaringan bisnis kedai kopi wakaf menghasilkan surplus wakaf. Petani kopi bisa dimasukkan sebagai mauquf ‘alaih pada alokasi 50% penyaluran surplus wakaf selain untuk pendidikan dan kesehatan. Maka, terwujudlah kesejahteraan petani kopi.
Pertanyaannya, adakah lembaga wakaf melalui nazirnya yang siap mengeksekusi? Harusnya ada. Meski tidak mudah, namun juga bukan hal mustahil untuk direalisasikan. (Adv)