sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

Intip Penjelasan Wakaf dan Kedaulatan Petani Kopi

Syariah editor Shifa Nurhaliza
07/04/2022 13:08 WIB
Target utama pengembangan aset wakaf adalah menghasilkan surplus wakaf.
Intip Penjelasan Wakaf dan Kedaulatan Petani Kopi. (Foto: Dompet Dhuafa/Adv)
Intip Penjelasan Wakaf dan Kedaulatan Petani Kopi. (Foto: Dompet Dhuafa/Adv)

IDXChannel - Target utama pengembangan aset wakaf adalah menghasilkan surplus wakaf. Pada konteks ini, wakaf tidak berbeda jauh dengan bisnis yang menargetkan laba usaha. Bedanya pada alokasi surplus wakaf. Jika laba diperuntukkan bagi perusahaan itu sendiri, surplus wakaf mesti disalurkan kepada mauquf ‘alaih (penerima manfaat wakaf).

Karena itulah, metode dan tools yang biasa digunakan dalam pengembangan bisnis bisa diadaptasi untuk mengembangkan aset wakaf. Tools semisal business model canvas (BMC) juga bisa diadaptasi untuk merumuskan rencana pengembangan aset wakaf agar lebih terstruktur.

Selain itu, kreativitas dalam bisnis juga mesti menjadi mindset pengembangan aset wakaf. Nazir mesti mampu berpikir kreatif dan out of the box untuk menghasilkan model-model baru pengembangan aset wakaf. Sehingga, aset wakaf teroptimasi dan menghasilkan surplus berkelanjutan.

Sebagai contoh, industri kopi dari hulu ke hilir bisa dikembangkan berbasis wakaf. Tujuannya untuk kedaulatan petani kopi agar kehidupan petani kopi tidak sepahit rasa kopi. Pada sisi hulu berupa lahan perkebunan kopi. Kebutuhan ini bisa dipenuhi dengan wakaf.

Umat Islam berwakaf melalui uang untuk pembelian lahan perkebunan kopi. Perkebunan kopi tersebut digarap oleh petani kopi dengan sistem bagi hasil. Kemudian, agar petani tidak menjual panen kopinya kepada tengkulak, nazir mesti membeli dengan harga yang pantas.

Lantas, buat apa kopi tersebut? Di sinilah sisi hilir mesti dimainkan. Nazir mesti mampu mendisain bisnis jaringan kedai kopi atau cafe. Aset berupa kedai kopi bisa dibangun dari wakaf melalui uang. Karenanya, kedai kopi harus produktif menghasilkan surplus wakaf dari transaksi bisnis kopi.

Alternatif lain, bisa sewa tempat yang dibiayai dari surplus wakaf yang dimiliki nazir dari aset produktif sebelumnya. Dalam tata kelola surplus wakaf, 10% untuk operasional nazir, 40% untuk reinvestasi atau pengembangan wakaf, 50% untuk mauquf ‘alaih.

Tantangannya adalah bagaimana kedai kopi wakaf bisa bersaing dengan kedai kopi yang sudah ada, baik brand lokal maupun asing. Di sinilah kemampuan berpikir kreatif dan out of the box nazir sangat dibutuhkan.

Halaman : 1 2
Advertisement
Advertisement