IDXChannel – Sejarah Jakarta Islamic Centre (JIC) menarik perhatian publik usai kubah masjidnya terbakar hebat pada Rabu (19/10) kemarin. Kabar ini pun langsung menjadi perbincangan hangat di media sosial dan langsung menjadi viral.
Masjid Raya JIC yang berdiri megah di Kramat Jaya Raya, Tugu Utara, Kecamatan Koja, Jakarta Utara. Meski demikian, banyak yang tidak tahu bahwa masjid berarsitektur megah ini di bangun di Kawasan Kramat Tunggak yang sebelumnya menjadi lokalisasi terkenal di Indonesia. Sebelum berdirinya masjid, lokasi tersebut memang banyak digunakan untuk aktivitas prostitusi dan sarang maksiat.
Bagaimana sejarah Jakarta Islamic Centre? Bagaimana kawasan lokalisasi tersebut bisa menjadi pusat pengkajian dan pengembangan Islam? IDXChannel merangkum informasi lengkapnya sebagai berikut.
Sejarah Jakarta Islamic Centre
Jakarta Islamic Centre merupakan Pusat Pengkajian dan Pengembangan Islam yang ada di Jakarta. Masjid megah ini dibangun di atas lahan seluas 10 hektare yang sebelumnya merupakan lokasi prostitusi ternama di Indonesia bahkan di Asia Tenggara.
Dilansir dari laman resmi Jakarta Islamic Centre, pada mulanya lokasi resosialisasi (Lokres) Kramat Tunggak merupakan nama Panti Sosial Karya Wanita (PKSW) Teratai Harapan Tunggak. Area tersebut menempati lahan seluas 109.435 m2 dan terdiri dari sembilan Rukun Tetangga (RT). Area ini bahkan tak hanya dikenal di Indonesia, tapi juga dikenal hingga kawasan Asia Tenggara, terutama bagi para lelaki hidung belang.
Lokalisasi ini pertama kali dibuka pada tahun 1979-an dengan 300 orang Wanita Tuna Susila (WTS) dan 76 orang germo. Seiring berjalannya waktu, jumlah WTS dan germo terus bertambah hingga pada tahun 1999 mencapai 1.615 WTS yang dikelola oleh 258 germo atau mucikari. Para WTS dan germo ini hidup di kawasan tersebut dan menempati sekitar 277 unit bangunan yang memiliki 3.546 kamar.
Pertumbuhan pesat lokalisasi ini lantas menimbulkan permasalah sosial bagi masyarakat khususnya masyarakat Jakarta. Citra Jakarta yang pada mulanya lekat dengan kultur Betawi dan identik dengan komunitas Islamnya pun mulai terdampak dengan adanya hal tersebut. Hal inilah yang lantas membuat ulama dan masyarakat mendesak pemerintah agar PKSW Teratai Harapan Tunggak ditutup.
Dinas Sosial bersama Universitas Indonesia pun lantas melakukan penelitian tentang sejauh mana penolakan masyarakat terhadap PKSW tersebut. Hingga pada tahun 1997, hasil penelitian tersebut menjadi rekomendasi untuk pemerintah agar lokalisasi tersebut ditutup.
Satu tahun kemudian yakni pada 1998, Gubernur melalui Surat Keterangan Gubernur KDKI Jakarta No. 495/1998 akhirnya mengeluarkan perintah penutupan lokalisasi paling lambat hingga Desember 1999. Barulah pada 31 Desember 1999, lokalisasi Kramat Tunggak secara resmi ditutup dengan adanya peraturan SK Gubernur KDKI Jakarta No. 6485/1998.
Setelah lokalisasi ditutup, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pun melakukan pembebasan lahan. Banyak gagasan yang muncul untuk menjadikan lahan bekas lokalisasi tersebut sebagai pusat perbelanjaan (mal), perkantoran, dan lain-lain. Meski demikian, Gubernur Sutiyoso justru memiliki ide untuk membuat kawasan tersebut sebagai sebuah kawasan Islamic Center atau pusat pengkajian Islam.
Gagasan tersebut pun berhasil menyatukan gagasan dari berbagai kalangan yang cukup bervariasi kala itu. Pada 24 Mei 2001, dukungan untuk membangun Jakarta Islamic Centre pun semakin menguat. Hingga akhirnya, setelah adanya dukungan dan tanggapan positif dari berbagai lapisan masyarakat, master plan pembangunan Jakarta Islamic Centre pun dibuat.
Pembangunan Masjid Raya JIC pun mulai berjalan sejak tahun 2001. Tak lama setelah itu, Masjid Raya JIC terutama bangunan utamanya kerap menjadi pusat berkumpulnya jamaah. Pembangunan JIC dikabarkan memakan biaya hingga Rp700 miliar yang digunakan untuk mendirikan bangunan masjid, gedung sosial budaya, serta rangkaian bangunan wisma untuk penginapan kantor bisnis.
Selanjutnya, pada tahun 2003 SK Gubernur tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengelola Jakarta Islamic Centre pun dikeluarkan. Di tahun ini pula, Gubernur Sutiyoso meresmikan Jakarta Islamic Centre sebagai Pusat Pengkajian dan Pengembangan Islam Jakarta. Pada tahun 2004, Badan Pengelola Pusat Pengkajian dan Pengembangan Islam Jakarta ini pun diangkat dan dilantik oleh Gubernur melalui SK Gubernur KDKI Jakarta Nomor 651/2004.
Sementara itu, para mantan WTS dan germo yang masih ingin tinggal di kawasan JIC pun dibina dan diberi pelatihan oleh Pemprov DKI Jakarta. Pemprov DKI Jakarta memfasilitasi para WTS ini untuk melakukan pengembangan keterampilan seperti membuat produk rumahan yang bisa dijual.
Itulah sejarah Jakarta Islamic Centre yang kini berdiri megah di kawasan Jakarta Utara tersebut. Tak hanya digunakan untuk ibadah, Jakarta Islamic Centre pun menjadi salah satu pusat peradaban Islam di Indonesia dan menjadi simbol kebangkitan Islam.