Kuota haji pokok awalnya sebanyak 221.000 jamaah. Sesuai Pasal 64, kuota itu dibagi menjadi dua, yakni untuk jamaah haji reguler sebanyak 203.320 orang setara 92 persen, sementara jamaah haji khusus sebanyak 17.680 atau setara 8 persen.
Kemudian ada tambahan kuota sebanyak 20.000 jamaah dari Pemerintah Arab Saudi, sehingga totalnya menjadi 241.000 jemaah. Lalu, Pasal 9 menjelaskan, untuk kuota haji tambahan selanjutnya diatur atau ditetapkan oleh menteri agama lewat Peraturan Menteri (Permen).
Sehingga, ketika kuota haji tambahan sebesar 20.000 dibagi rata, sebanyak 10.000 untuk haji reguler (menjadi 213.320) dan 10.000 untuk haji khusus (menjadi 27.680), menurut Mustolih, tidak apa-apa. “Secara regulasi Kemenag tidak menyalahi. Ngunci di situ. Dari aspek regulasi aman,” katanya.
Mustolih yang juga Ketua Komisi Nasional (Komnas) Haji dan Umroh menegaskan, persoalan haji tidak cukup masuk kategori persoalan mendesak, strategis, dan berdampak luas yang menyebabkan situasi sangat serius sehingga perlu ditangani secara komprehensif.
Hal itu bila mengacu pada Undang-Undang MD3 (MPR, DPR, DPRD, DPD). Apalagi kemudian alasan Pansus dinarasikan gara-gara Kemenag mengabaikan kesepakatan dengan Panja DPR.