sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

Anti Mager ala Rena, Kantongi Cuan Segambreng dari Bisnis Basreng

Banking editor taufan sukma
27/04/2024 15:28 WIB
Rena mulai mencoba dengan membeli mie lidi mentah, yang kemudian digoreng dan diolahnya sendiri, dan lalu dipasarkan sedikit demi sedikit melalui pertemanan.
Anti Mager ala Rena, Kantongi Cuan Segambreng dari Bisnis Basreng (foto: MNC media)
Anti Mager ala Rena, Kantongi Cuan Segambreng dari Bisnis Basreng (foto: MNC media)

IDXChannel - Penggemar serial One Piece sudah pasti tak asing dengan sosok sentral dalam anime tersebut, yaitu Monkey D Luffy.

Dalam sebuah frame di salah satu episodenya, Luffy pernah mengutip ucapan Shanks, Sang Mentor, yang menyatakan "If the path to what you want seems too easy, then you’re on the wrong path (Jika jalan menuju tujuan kita terlalu mudah, itu artinya kita salah jalan)."

Konsep ini, tentu bertentangan dengan istilah mager (malas gerak), yang justru populer di tengah masyarakat kekinian, yang merujuk pada aktivitas seseorang yang lebih banyak menghabiskan waktu untuk hanya rebahan, dan/atau aktivitas minim gerak lainnya.

"Memang awalnya karena saya capek mager ya. Dari yg dulu kerja, trus pas abis nikah, diam saja di rumah. Paling cuma ngurus anak, itu juga siangan dikit udah beres. Jadi terdorong untuk cari kesibukan," ujar Rena Regina, pengusaha mikro yang bergerak di bisnis cemilan, saat ditemui di kediamannya, di kawasan Bojonggede, Kabupaten Bogor, beberapa waktu lalu.

Titip Teman

Sembari berteduh di bawah pohon rindang di depan rumahnya, Rena mulai mengisahkan awal mula dirinya merintis bisnis cemilan kering pada 2017 lalu, dengan modal hanya Rp500 ribu.

Saat itu, Rena mulai mencoba dengan membeli mie lidi mentah, yang kemudian digoreng dan diolahnya sendiri, dan lalu dipasarkan sedikit demi sedikit melalui pertemanan.

"Kebetulan saya punya beberapa teman yang kerja kantoran di Jakarta sana. Di Sudirman, di Manggarai, macam-macam. Nah saya bayangin kerja kantoran kan suka bosan ya, jadi kalau ditawarin cemilan kering, sepertinya menjanjikan," tutur Rena.

Dan benar saja, cemilan mie lidi olahan Rena cukup digemari oleh teman-temannya. Orderan pun mulai berdatangan. Tak hanya itu, request pun mulai didapat, di mana teman-teman Rena meminta untuk dibuatkan juga cemilan bakso goreng (basreng), yang saat itu tengah viral.

Bedanya, saat ini jenis olahan basreng yang banyak di pasaran adalah yang berbentuk potongan memanjang, atau stick. Menurut teman-teman Rena, olahan Basreng jenis tersebut biasanya cenderung keras.

"Mereka requestnya jangan sampai keras. Kalau bisa yang crunchy gitu. Makanya saya berinovasi bikin basreng keripik. Beli baksonya yang bulat, kita slice tipis-tipis, jadi kriuknya dapet," urai Rena.

COVID-19

Dengan inovasi tersebut, olahan basreng yang semula hanya diproduksi sesuai permintaan, perlahan justru mendominasi dan menjadi dagangan utama Rena.

Tak hanya dikonsumsi sendiri, secara bertahap teman-teman Rena juga turut berbisnis dengan menjadi penjual kembali (reseller). Tak tanggung-tanggung, kencangnya pesanan membuat pundi-pundi cuan Rena juga turut mengembang.

"(Penjualan) Dulu sempat naik banget. Mereka (reseller) biasanya ambil(dagangan)nya per dua hari. Sekali ambil itu omzetnya bisa sampai sekitar Rp1,2 juta hingga Rp1,5 juta. Cuma pas lagi naik-naiknya, eh ada pandemi COVID-19," keluh Rena.

Karena kondisi pandemi, para pelanggan Rena yang mayoritas pegawai kantoran hampir semuanya beralih jadi bekerja di rumah (Work From Home/WFH).

Selain itu, situasi ekonomi yang saat itu sangat menantang membuat sebagian besar masyarakat lebih memfokuskan keuangannya pada pos-pos kebutuhan pokok, dan sementara mengeliminasi jenis pengeluaran sekunder atau bahkan tersier, seperti hanya untuk belanja cemilan.

Namun begitu, menurut Rena, sebagian kecil pesanan masih didapatkannya dari pelanggan-pelanggan dekat, untuk dikonsumsi selama menghabiskan waktu di rumah.

"Memang nggak benar-benar berhenti. Cuma dari semula 100 persen (penjualan), pas COVID-19 jadi tinggal 30 persen saja. Kadang pesanan juga sedikit banget, cuma tetap saya garap agar pelanggan nggak lari," tukas Rena.

Melenting

Setelah sempat bertahan cukup lama ditekan kondisi pandemi, Rena pun mengaku sempat hampir hilang asa dan tak lagi bersemangat dalam menjalankan usahanya.

Sampai satu ketika, 'cahaya semangat' dikatakan Rena kembali datang ketika salah satu rekannya sesama pengusaha mikro mengajaknya untuk bekerja sama.

"Ada teman yang biasa jualan es teh jumbo, dia ngedorong saya buat jualan lagi. Semangat lagi. Dia minta dibikinin (basreng) tapi kemasan kecil, harga cuma goceng (Rp5.000) biar bisa dijual di lapak dia. Jadi kita saling ngebantu. Lapak dia jadi rame, nggak jualan es teh doang. Saya juga jualan jadi nggak sepenuhnya tergantung ke reseller aja," tandas Rena.

Sejak saat itu, Rena pun kian bersemangat untuk tidak hanya menitipkan barang dagangannya di lapak Es Teh Jumbo milik temannya, melainkan juga mendistribusikannya ke berbagai toko cemilan, warung oleh-oleh, gerai frozen food, dan juga kedai hingga rumah-rumah makan.

Akhirnya, berbekal strategi baru dengan sistem jual titip (konsinyasi) tersebut, omzet penjualan diakui Rena tidak hanya berkembang, namun bahkan sampai melenting. Area distribusi produk basreng Rena pun semakin meluas hingga mencakup, Jakarta, Bogor, Depok hingga Sukabumi, tempat kelahiran Rena.

"Di (Sukabumi) sana ada satu toko rekanan yang jualannya kencang. Toko dia sendiri saja, omzetnya bisa sampai Rp6 juta-Rp7 juta per bulan. Kalau total (penjualan saya), termasuk dari reseller, minimal ya sekitar Rp26 juta sampai Rp30 juta per bulan," jelas Rena, bangga.

KUR BRI

Guna mendukung pertumbuhan bisnis yang meningkat pesat tersebut, Rena pun memberanikan diri untuk mengajukan fasilitas pinjaman permodalan dari PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), atau Bank BRI.

Pinjaman diberikan oleh Bank BRI melalui program Kredit Usaha Rakyat (KUR), dengan nilai pembiayaan sebesar Rp50 juta, dan masa pinjaman (tenor) selama tiga tahun.

"Barusan lunas tahun (2023) kemarin. Harusnya jatuh tempo di Desember, cuma karena lagi ada rezeki, saya agak percepat (pelunasannya). Paling banyak untuk upgrade alat, misal beli kompor yang lebih gede, nambah penggorengan, macam-macam," urai Rena.

Karena pinjaman sudah lunas, Rena pun kini tengah bersiap untuk kembali mengajukan pinjaman untuk yang kedua kalinya. Niatnya, Rena ingin mengajukan pinjaman sebesar Rp150 juta, yang rencananya bakal digunakan untuk membangun semacam pabrik mini, yang lokasinya persis berada di samping rumah Rena.

Proses pengajuan kedit tahap kedua tersebut, dikatakan Rena, masih terus berjalan. Pihak Rena juga masih sedang melakukan komunikasi intensif untuk membahas detil dari pinjaman tersebut, seperti pagu nilai yang disetujui, hingga apakah masih menggunakan program KUR, atau beralih ke Kredit Usaha Pedesaan.

Dengan adanya pabrik mini tersebut, Rena berharap seluruh aktivitas produksi bisa difokuskan di tempat tersebut. Selama ini, proses tersebut hampir sebagian besar dilakukan di dalam dan teras rumah, serta sebagian lagi di pekarangan di depan rumah Rena.

"Jadi kalau ada pabrik gitu kan enak. Semua kegiatan (produksi) kita lakukan di sana. Sehingga rumah memang kita pakai untuk rumah, tempat tinggal. Kalau sekarang kan rumah udah kayak dapur aja. Anak pun jadi kasihan, nggak ada tempat untuk bermain. Semoga saja segera terlaksana," tegas Rena.

Pagu 2024

Menyimak kisah Rena dalam mengubah kebenciannya atas kondisi mager di rumah menjadi gelimang cuan, seolah memperpanjang catatan keberhasilan Program KUR dalam membantu para pelaku Usaha Mikro, kecil dan Menengah (UMKM) di Indonesia untuk dapat mengembangkan bisnis, sekaligus meraih mimpi-mimpinya.

Karenanya, pemerintah pun tak ragu untuk terus memaksimalkan pengalokasian anggaran negara, guna menopang pelaksanaan Program KUR secara nasional.

Seperti halnya pada 2024 ini, pemerintah melalui Kementerian Koordinator (Kemenko) Bidang Perekonomian telah memasang target penyaluran hingga mencapai Rp300 triliun sampai akhir tahun.

Dari total target tersebut, BRI sebagai salah satu bank penyalur telah diberikan jatah pagu hingga Rp165 triliun. Dengan pagu tersebut, BRI tercatat sebagai bank penyalur KUR terbesar secara nasional.

"Kami berkomitmen penuh untuk dapat memenuhi target tersebut sebagai bentuk konkret dukungan perusahaan atas pengembangan usaha mikro, kecil dan menengah di Indonesia," ujar Direktur Bisnis Mikro BRI, Supari, dalam kesempatan terpisah.

Menurut Supari, pihaknya optimistis bahwa target tersebut cukup realistis untuk dipenuhi, mengingat telah tersedianya infrastruktur perusahan secara memadai.

Terlebih, BRI disebut Supari juga telah memiliki sumber pertumbuhan baru melalui Ekosistem Ultra Mikro bersama Pegadaian dan PNM. 

"Dari sisi infrastruktur, saat ini kami telah memiliki BRISPOT yang terus dioptimalisasi untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi pekerjaan tenaga pemasar (mantri). Lalu, kami juga akan mengoptimalkan potensi dari ekosistem model bisnis baru seperti PARI dan Localoka," tutur Supari.

Di sepanjang 2023 lalu, BRI tercatat berhasil merealisasikan penyaluran Program KUR hingga Rp163,3 triliun. Nominal penyaluran sebesar itu disalurkan kepada sedikitnya 3,5 juta debitur.

"Penyaluran (KUR) mayoritas dari sektor produksi, dengan kontribusi mencapai 57,38 persen terhadap total nilai yang terealisasi," tegas Supari. (TSA)

Halaman : 1 2 3 4 5 6 7 8
Advertisement
Advertisement