sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

Kebijakan Tarif Impor AS Bikin Ruang Penurunan Suku Bunga Acuan Terbuka

Banking editor Anggie Ariesta
24/04/2025 18:50 WIB
Kebijakan tarif baru yang diumumkan Amerika Serikat (AS) berpotensi membuka ruang bagi pelonggaran suku bunga, baik di AS maupun Indonesia.
Kebijakan Tarif Impor AS Bikin Ruang Penurunan Suku Bunga Acuan Terbuka. (Foto MNC Media)
Kebijakan Tarif Impor AS Bikin Ruang Penurunan Suku Bunga Acuan Terbuka. (Foto MNC Media)

IDXChannel - Chief Economist Citi Indonesia Helmi Arman menyatakan, kebijakan tarif baru yang diumumkan Amerika Serikat (AS) berpotensi membuka ruang bagi pelonggaran suku bunga, baik di AS maupun Indonesia.

Dalam penjelasannya, Helmi menyebutkan, dampak kebijakan tersebut terhadap pertumbuhan ekonomi global, khususnya AS, akan menjadi perhatian utama bank sentral dalam beberapa bulan ke depan.

“Ke depannya kami melihat bagaimana akibat atau dampak dari adanya tantangan tarif ini terhadap kebijakan terhadap suku bunga di Indonesia, kami melihat ke depannya ruang penurunan suku bunga akan lebih terbuka,” ujarnya dalam konferensi pers Citi, Jakarta, Kamis (24/4/2025).

Menurut Helmi, The Fed diperkirakan belum akan langsung menurunkan suku bunga pada pertemuan bulan Mei, mengingat inflasi AS yang masih menjadi perhatian. 

Selain itu, potensi lonjakan permintaan impor ke AS sebelum pemberlakuan tarif penuh dapat menahan pelemahan ekonomi dalam jangka pendek. Namun, memasuki pertengahan tahun, gejala perlambatan ekonomi AS diperkirakan akan semakin terlihat.

“Kami perkirakan memasuki bulan Juni, The Fed akan semakin mencermati gejala-gejala perlemahan pertumbuhan ekonomi dan di FOMC bulan Juni kami perkirakan The Fed akan mulai menurunkan suku bunga,” katanya.

Citi pun memperkirakan pertumbuhan ekonomi AS akan melambat dari 2,8 persen pada 2024 menjadi sekitar 1 persen tahun ini, yang menjadi alasan kuat bagi The Fed untuk mulai melonggarkan kebijakan moneternya. 

Langkah tersebut, kata dia, akan membuka peluang bagi Bank Indonesia (BI) untuk ikut menurunkan suku bunga acuan, tanpa terlalu khawatir terhadap potensi arus modal keluar (capital outflow) yang dapat menekan nilai tukar rupiah.

“Kami perkirakan apabila suku bunga sudah mulai turun baik secara global di Amerika dan di Indonesia maka kami berkirakan inflow atau arus modal asing ke pasar saham dan juga pasar komplikasi itu sudah bisa mulai kembali,” kata Helmi.

Dia juga menuturkan, tekanan terhadap permintaan dolar korporasi akan mereda seiring berakhirnya musim repatriasi dividen pada bulan Juni. Hal ini memberikan tambahan ruang stabilitas bagi pasar valas domestik.

Terkait pasar obligasi, Helmi melihat potensi peningkatan minat investor terhadap aset berisiko seperti obligasi, khususnya jika BI mulai menurunkan suku bunga.

“Harusnya akan ada appetite yang lebih tinggi untuk komplikasi untuk aset plus obligasi secara keseluruhan walaupun termasuk obligasi negara terutama yang tenor-tenor pendek,” ujarnya.

Namun, dia mencatat, pelaku pasar masih mencermati arah kebijakan fiskal pemerintah Indonesia. Jika pemerintah tetap menunjukkan komitmen terhadap batas defisit fiskal, maka premi risiko untuk Surat Berharga Negara (SBN) berjangka panjang berpotensi turun.

Dengan situasi global yang dinamis dan ketidakpastian tarif, Helmi menekankan pentingnya sinergi antara kebijakan moneter dan fiskal untuk menjaga stabilitas dan mendukung pertumbuhan ekonomi nasional di tengah tantangan global.

(Dhera Arizona)

Halaman : 1 2 3 4
Advertisement
Advertisement