Menurut Suparji, dengan tidak adanya anggunan atau tanpa jaminan maka kinerja pembiayaan tersebut dapat berisiko gagal bayar dan memicu terjadinya kredit macet.
"Karena (dengan tidak adanya agunan) maka jaminan hanya disandarkan pada ketentuan jaminan umum, yaitu Pasal 1131 KUHPerdata, dan kedudukan bank sebagai kreditur konkuren," tutur Suparji.
Sedangkan bila terjadi wanprestasi, maka untuk memulihkan kerugian tersebut melalui gugatan ke pengadilan dinilai Suparji tidak efektif dan efesien.
"Karena bila harta debitur harus dibagi dengan kreditur, maka lainnya harus dibagi juga secara pari pasu sesuai dengan ketentuan pasal 1132 KUHPerdata," lanjutnya.
Selain itu, potensi korupsi dalam dalam transaksi tersebut juga muncul, seperti adanya kemungkinan benturan kepentingan dan potensi suap menyuap atau perbuatan yang memperkaya diri sendiri dan atau orang lain yang dapat merugikan keuangan negara.