Meski demikian, ditambah dengan pemasukan dari bisnis lain, seperti berjualan minuman dan aneka sate baceman, seperti satu telur, usus, dan ati ampela, Purnomo mengaku masih bisa mengantongi cuan secara rata-rata sekitar Rp15 juta sampai Rp16 juta per bulan.
Konsep berganti-gantian berjualan tersebut, dirasa Purnomo lebih solutif ketimbang masing-masing pedagang harus membuka lapaknya sendiri. Karena selain modal yang dibutuhkan jauh lebih mahal, dampaknya bagi pedagang lain juga buruk, karena penjual Gultik di kawasan tersebut menjadi demikian banyak, sehingga malah merugikan.
Senjakala
Situasi yang dihadapi Purnomo dan para pedagang Gultik tersebut, pada dasarnya dapat dijelaskan melalui teori dan pendekatan industri. Dalam ilmu ekonomi, dinamika sebuah aktivitas industri kerap dianalogikan dengan siklus terbit dan tenggelamnya matahari.
Secara teori, ada istilah sunrise industry yang digunakan untuk menyebut sektor industri yang sedang berkembang pesat, atau dalam fase keemasan. Laksana matahari terbit (sunrise), banyak harapan yang layak disematkan pada sektor industri tersebut.
Sebaliknya, ada pula istilah sunrise industri untuk menjelaskan sektor-sektor industri yang dinilai telah 'habis' masa keemasannya. Layaknya mataahari tenggelam (sunset) saat senja, potensi bagi perkembangan industri ini juga mulai memudar dan tak lagi bisa diharapkan.