"Yang kasih nama Gule Tikungan itu juga anak-anak SMA 6 sendiri. Jadi tempat tongkrongan buat mereka setelah pulang sekolah. Dan gule yang dijual itu pake resep citarasa khas Solo, karena penjualnya orang Solo. Itu kenapa konsep jualannya juga khas, ala angkringan. Itu ciri khasnya," tutur pria bernama lengkap Purnomo Setiawan ini.
Menurut Purnomo, keberadaan Angkringan Gultik mulai ramai sejak Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta mengubah Taman Barito, yang semula tempat berkumpulnya penjual bunga dan ikan, menjadi Ruang Terbuka Hijau (RTH) dan diberi nama Taman Ayodya.
Program restrukturisasi tersebut dilakukan Pemprov DKI Jakarta pada awal 2008 silam. Meski sempat menimbulkan pro dan kontra, masyarakat pada akhirnya menerima kebijakan tersebut, karena turut senang dengan adanya opsi ruang publik baru, yang bisa dimanfaatkan sebagai sarana rekreasi.
"Sejak ada Taman Ayodya tuh, dagangan Gultik mulai rame, karena banyak orang maen ke taman, terus cari makannya ke kita. Saat itu saya masih jadi karyawan (di Angkringan Gultik). Ikut orang," ungkap Purnomo.
Menjamur
Sejak saat itu, dalam waktu yang tak cukup lama, banyak pedagang-pedagang Gultik baru yang ikut berjualan di sepanjang kawasan Barito, Melawai hingga Bulungan. Termasuk juga Purnomo yang memutuskan untuk membuka Angkringan Gultik miliknya sendiri, persis di depan SMA 70 Jakarta, di kawasan Bulungan.