IDXChannel - Sepanjang tahun 2025, sektor jasa keuangan secara umum menunjukkan ketahanan yang kuat di tengah berbagai dinamika global dan domestik.
Pemerintah pun berkomitmen untuk memperkuat sektor keuangan dengan fokus pada tiga prioritas utama yang diharapkan dapat mendukung pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.
Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Suahasil Nazara mengatakan, pemerintah memfokuskan kebijakan sektor keuangan pada tiga tujuan utama, yaitu pendalaman sektor keuangan, inklusi keuangan, dan stabilitas keuangan.
"Tujuan kami adalah untuk membuat sektor keuangan lebih dalam, lebih inklusif, dan lebih stabil. Dengan ini, kami berharap dapat mendorong perekonomian nasional dan menciptakan kesempatan kerja yang lebih luas bagi masyarakat Indonesia," ujar Wamenkeu Suahasil.
Pertama, pendalaman sektor keuangan (financial deepening) bertujuan untuk memperluas dan memperdalam aktivitas keuangan agar lebih banyak masyarakat dan pelaku ekonomi dapat memanfaatkan layanan keuangan. Selain itu, inklusi keuangan (financial inclusion) akan memastikan bahwa sektor keuangan dapat menjangkau lebih banyak kelompok masyarakat yang sebelumnya tidak terakses.
Yang ketiga adalah stabilitas keuangan (financial stability), di mana pemerintah berkomitmen menjaga stabilitas sektor keuangan untuk memastikan perekonomian tetap tahan terhadap gejolak eksternal maupun domestik. Dengan fokus pada ketiga prioritas tersebut, diharapkan sektor keuangan Indonesia dapat berperan lebih maksimal dalam mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae menuturkan, pertumbuhan kredit perbankan dan pembiayaan mengalami moderasi dibandingkan tahun lalu, terutama pada segmen-segmen yang terdampak perlambatan kinerja sektor riil.
Premi asuransi, khususnya asuransi jiwa, juga tumbuh lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya. Meskipun demikian, ketahanan industri jasa keuangan dinilai tetap kuat, ditopang oleh permodalan yang solid, kecukupan pencadangan, serta profil risiko yang terkendali.
kondisi ini menjadi modalitas untuk ruang ekspansi kinerja sektor jasa keuangan yang lebih luas ke depan, didukung dengan implementasi kebijakan pendalaman pasar keuangan, perluasan akses pembiayaan, serta penguatan integritas dan tata kelola di seluruh SJK.
Kinerja Sektor Perbankan dalam Tren Positif
Kinerja intermediasi perbankan meningkat dengan profil risiko yang terjaga dan likuiditas di level yang memadai. Pada Oktober 2025, kredit tumbuh 7,36 persen yoy menjadi sebesar Rp8.220,21 triliun.
Berdasarkan jenis penggunaan, Kredit Investasi mencatatkan pertumbuhan tertinggi yaitu sebesar 15,72 persen, diikuti oleh Kredit Konsumsi tumbuh 7,03 persen, sementara Kredit Modal Kerja tumbuh 2,39 persen yoy. Dari kategori debitur, kredit korporasi tumbuh sebesar 11,02 persen, sementara kredit UMKM terkontraksi 0,11 persen yoy.
Pertumbuhan kredit sebesar 7,36 persen tersebut terutama dikontribusikan dari pertumbuhan pada sektor rumah tangga sebesar 7,28 persen, diikuti industri pengolahan sebesar 7,53 persen, serta pertambangan dan penggalian sebesar 14,58 persen.
Selanjutnya, penyaluran kredit ke beberapa sektor tercatat tumbuh tinggi secara tahunan mencapai double digit antara lain pada sektor administrasi pemerintah, pertahanan, dan jaminan sosial sebesar 36,79 persen; pengadaan listrik, gas, uap/air panas dan udara dingin sebesar 26,40 persen; aktivitas profesional, ilmiah, dan teknis sebesar 25,32 persen, dan aktivitas jasa lainnya sebesar 22,84 persen.
Di sisi lain, Dana Pihak Ketiga (DPK) tercatat tumbuh tinggi sebesar 11,48 persen yoy menjadi Rp9.756,6 triliun. BI-Rate tetap stabil setelah turun 125 bps sejak awal tahun, dan telah diikuti dengan penurunan suku bunga perbankan secara bertahap.
Dibandingkan tahun sebelumnya, rerata tertimbang suku bunga kredit rupiah tercatat turun 16 bps (yoy) dan 5 bps (mtm) menjadi 9,01 persen pada Okt-25 dari 9,17 persen pada Okt-24 dan 9,06 persen pada Sep-25, utamanya didorong penurunan suku bunga kredit produktif.
Dian menuturkan, suku bunga Kredit Modal Kerja turun 42 bps (yoy) dan 16 bps (mtm) menjadi 8,30 persen pada Okt-25 dari 8,72 persen pada Okt-24 dan 8,46 persen pada Sep-25. Sementara itu, suku bunga Kredit Investasi turun 39 bps (yoy) namun masih meningkat 7 bps (mtm) menjadi 8,32 persen pada Okt-25 dari 8,71 persen pada Okt-24 dan 8,25 persen pada Sep-25.
"Dari sisi penghimpunan dana, rerata tertimbang suku bunga DPK rupiah juga terpantau menurun dibandingkan bulan sebelumnya sebesar 10 bps dengan penurunan pada semua jenis DPK, terutama deposito, sejalan dengan tren penurunan suku bunga BI-Rate," katanya.
Suku bunga tertimbang DPK juga turun 22 bps dibandingkan Oktober tahun lalu sebesar 3,07 persen. Adapun suku bunga Deposito tercatat turun 53 bps (yoy) dari 5,28 persen pada Oktober 2024 dan 21 bps (mtm) dari 4,96 persen pada September 2025 menjadi 4,75 persen pada Oktober 2025.
Likuiditas industri perbankan pada Oktober 2025 memadai, dengan rasio Alat Likuid/Non-Core Deposit (AL/NCD) dan Alat Likuid/Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) masing-masing sebesar 130,97 persen dan 29,47 persen, masih di atas threshold masing-masing sebesar 50 persen dan 10 persen.
Adapun Liquidity Coverage Ratio (LCR) berada di level 210,43 persen. Selanjutnya LDR tercatat sebesar 84,26 persen, dinilai masih memadai dalam mengantisipasi peningkatan kredit.
Sementara itu, kualitas kredit tetap terjaga dengan rasio NPL gross sebesar 2,25 persen dan NPL net relatif stabil sebesar 0,90 persen. Loan at Risk (LaR) turun dibandingkan bulan sebelumnya menjadi 9,41 persen.
Ketahanan perbankan juga tetap kuat tecermin dari permodalan (CAR) yang berada di level tinggi sebesar 26,38 persen, sehingga dapat menjadi bantalan mitigasi risiko yang kuat untuk mengantisipasi kondisi ketidakpastian global.
Selanjutnya, porsi kredit Buy Now Pay Later (BNPL) perbankan tercatat sebesar 0,31 persen dari total kredit perbankan dan terus mencatatkan pertumbuhan yang tinggi secara tahunan.
Per Oktober 2025, baki debet kredit BNPL perbankan sebagaimana dilaporkan melalui SLIK, tumbuh 21,03 persen yoy menjadi Rp25,72 triliun dengan jumlah rekening mencapai 30,99 juta dan NPL gross sebesar 2,50 persen.
Sektor Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun
OJK mencatat, kinerja Industri Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun (PPDP) secara umum tetap stabil dan terjaga, ditopang oleh tingkat solvabilitas agregat yang masih berada pada level solid.
Sejalan dengan kondisi tersebut, OJK terus mendorong optimalisasi peran serta peningkatan kinerja industri PPDP, dengan tetap memperkuat ketahanan sektor PPDP mencapai Rp1.192,11 triliun atau naik 5,16 persen yoy. Dari sisi asuransi komersial, total aset tercatat sebesar Rp970,98 triliun atau mencatat pertumbuhan 6,23 persen yoy.
Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan dan Dana Pensiun OJK, Ogi Prastomiyono menegaskan, kinerja asuransi komersial berupa pendapatan premi pada periode Januari-Oktober 2025 sebesar Rp272,78 triliun, atau tumbuh 0,42 persen yoy, terdiri dari premi asuransi jiwa yang terkontraksi sebesar 1,11 persen yoy dengan nilai sebesar Rp148,86 triliun, dan premi asuransi umum dan reasuransi tumbuh 2,33 persen yoy dengan nilai sebesar Rp123,92 triliun.
Secara keseluruhan, permodalan industri asuransi komersial masih menunjukkan kondisi yang solid, dengan industri asuransi jiwa serta asuransi umum dan reasuransi secara agregat melaporkan Risk Based Capital (RBC) masing-masing sebesar 478,85 persen dan 331,96 persen (di atas threshold sebesar 120 persen).
Untuk asuransi nonkomersial yang terdiri dari BPJS Kesehatan (badan dan program jaminan kesehatan nasional) dan BPJS Ketenagakerjaan (badan, jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, atau jaminan kehilangan pekerjaan) serta program asuransi ASN, TNI, dan POLRI terkait program jaminan kecelakaan kerja dan jaminan kematian, total aset tercatat sebesar Rp221,13 triliun atau tumbuh sebesar 0,72 persen yoy.
Pada industri dana pensiun, total aset per Oktober 2025 tumbuh sebesar 9,82 persen yoy dengan nilai mencapai Rp1.647,49 triliun. Untuk program pensiun sukarela, total aset mencatatkan pertumbuhan sebesar 5,52 persen yoy dengan nilai mencapai Rp400,44 triliun.
"Untuk program pensiun wajib, yang terdiri dari program jaminan hari tua dan jaminan pensiun BPJS Ketenagakerjaan, serta program tabungan hari tua dan akumulasi iuran pensiun, ASN, TNI, dan POLRI, total aset mencapai Rp1.247,05 triliun atau tumbuh sebesar 11,28 persen yoy," katanya.
Pada perusahaan penjaminan, per Oktober 2025 nilai aset tercatat tumbuh 3,17 persen yoy menjadi Rp48,02 triliun.
Sektor Pembiayaan dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya
Di sektor Pembiayaan, piutang pembiayaan Perusahaan Pembiayaan atau multifinance tumbuh 0,68 persen yoy pada Oktober 2025 menjadi Rp505,30 triliun, didukung pembiayaan modal kerja yang tumbuh sebesar 9,28 persen yoy.
Profil risiko Perusahaan Pembiayaan (PP) terjaga dengan rasio Non Performing Financing (NPF) gross tercatat stabil sebesar 2,47 persen dan NPF net 0,83 persen. Gearing ratio PP tercatat sebesar 2,15 kali dan berada di bawah batas maksimum sebesar 10 kali.
Pembiayaan modal ventura pada Oktober 2025 terkontraksi 0,10 persen yoy, dengan nilai pembiayaan tercatat sebesar Rp16,30 triliun.
Pada industri Pinjaman Daring (Pindar), outstanding pembiayaan pada Oktober 2025 tumbuh 23,86 persen yoy, dengan nominal sebesar Rp92,92 triliun. Tingkat risiko kredit secara agregat (TWP90) berada di posisi 2,76 persen.
Pada industri pergadaian, penyaluran pembiayaan pada Oktober 2025 tumbuh sebesar 38,89 persen yoy menjadi Rp120,45 triliun dengan tingkat risiko kredit yang terjaga. Pembiayaan terbesar industri pergadaian disalurkan dalam bentuk produk Gadai, yaitu sebesar Rp98,74 triliun atau 81,99 persen dari total pembiayaan yang disalurkan.
Berdasarkan SLIK, pembiayaan Buy Now Pay Later (BNPL) oleh Perusahaan Pembiayaan pada Oktober 2025 meningkat sebesar 69,71 persen yoy atau menjadi Rp10,85 triliun dengan NPF gross sebesar 2,79 persen.
Begini Arah Kebijakan di Sektor Jasa Keuangan
Dalam rangka menjaga stabilitas sektor jasa keuangan dan meningkatkan perannya bagi pertumbuhan ekonomi nasional, OJK menempuh langkah-langkah kebijakan di antaranya kebijakan pemberian perlakuan khusus atas kredit/pembiayaan kepada debitur yang terkena dampak bencana banjir dan longsor di Provinsi Aceh, Provinsi Sumatera Utara dan Provinsi Sumatera Barat.
Kebijakan ditetapkan pada Rapat Dewan Komisioner OJK di Jakarta, Rabu (10/12) pasca-pengumpulan data di wilayah bencana, serta asesmen yang menunjukkan bencana dimaksud memengaruhi perekonomian di daerah setempat dan pada gilirannya mempengaruhi kemampuan membayar debitur.
Pemberian perlakuan khusus dilakukan sebagai bagian dari mitigasi risiko agar bencana tidak berdampak sistemik, serta untuk mendukung percepatan pemulihan aktivitas ekonomi daerah.
Tata cara perlakuan khusus terhadap kredit atau pembiayaan perbankan, Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, LKM dan LJK Lainnya (PVML) yang diberikan kepada debitur terdampak bencana mengacu pada POJK Nomor 19 Tahun 2022 tentang Perlakuan Khusus untuk Lembaga Jasa Keuangan pada Daerah dan Sektor Tertentu di Indonesia yang Terkena Dampak Bencana (POJK Bencana). Selain itu, di bidang perasuransian, dalam rangka memberikan kemudahan bagi masyarakat dan pelaku usaha di wilayah bencana, OJK juga telah meminta seluruh perusahaan asuransi dan reasuransi agar segera mengaktifkan mekanisme tanggap bencana, menyederhanakan proses klaim, melakukan pemetaan polis terdampak, menjalankan disaster recovery plan bila diperlukan, memperkuat komunikasi dan layanan kepada nasabah, serta berkoordinasi dengan BNPB, BPBD, dan reasuradur, termasuk menyampaikan laporan perkembangan penanganan klaim secara berkala kepada OJK.
OJK juga telah meminta industri asuransi melakukan pendataan awal atas kerugian di wilayah bencana yang masuk dalam cakupan pertanggungan asuransi, baik dari sisi pertanggungan asuransi umum maupun asuransi jiwa.
"Potensi klaim yang terdata dari 39 perusahaan asuransi khususnya pada property damage sebesar Rp492,53 miliar dan kerusakan kendaraan bermotor sebesar Rp74,50 miliar," ujar Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan dan Dana Pensiun OJK, Ogi Prastomiyono.
Di luar dari itu, terdapat pula eksposur untuk Asuransi Barang Milik Negara pada daerah terdampak yang nilainya diperkirakan mencapai Rp400 miliar, sedangkan untuk asuransi jiwa sampai saat ini masih terus dilakukan pemantauan.
Sejalan dengan kebijakan restrukturisasi yang diterapkan oleh Perbankan maupun Lembaga Pembiayaan bagi debitur terdampak bencana, maka kualitas kredit/pembiayaan akan tetap dipertahankan sehingga klaim kepada perusahaan asuransi atau penjaminan tidak langsung timbul, namun perusahaan asuransi umum dan penjaminan akan tetap diwajibkan menyiapkan pencadangan atas potensi risiko gagal bayar untuk memastikan kemampuan pembayaran klaim ke depan.
Di samping kebijakan perlakuan khusus bagi debitur, OJK juga memberikan relaksasi bagi industri jasa keuangan yang terdampak berupa perpanjangan batas waktu akhir pelaporan selama 10 hari kerja dalam rangka memberikan waktu yang cukup bagi Lembaga Jasa Keuangan (LJK) dan Pelapor dalam menyusun dan menyampaikan laporan secara akurat.
Suku Bunga Tetap di Akhir Tahun 2025
Sejak September 2024, BI-Rate telah turun sebesar 150 bps, yaitu 25 bps pada September 2024 dan 125 bps selama tahun 2025 menjadi 4,75 persen hingga November 2025, yang merupakan level terendah sejak tahun 2022.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan, penguatan kebijakan insentif likuiditas makroprudensial (KLM) dan akselerasi digitalisasi sistem pembayaran juga ditempuh untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.
Implementasi KLM berbasis kinerja dan berorientasi ke depan yang berlaku sejak 1 Desember 2025 kembali diperkuat pada 16 Desember 2025 guna mempercepat penurunan suku bunga perbankan dengan tetap mendorong penyaluran kredit/pembiayaan ke sektor riil.
Hal ini ditempuh dengan meningkatkan besarnya insentif likuiditas bagi perbankan yang menurunkan suku bunga kredit lebih cepat (interest rate channel) dari paling tinggi 0,5 persen menjadi 1,0 persen DPK, sementara insentif likuiditas untuk penyaluran kredit (lending channel) masih besar yaitu paling tinggi 4,5 persen dari DPK.
Hingga 16 Desember 2025, total insentif KLM mencapai Rp388,1 triliun, masing-masing disalurkan kepada kelompok bank BUMN sebesar Rp177,1 triliun, BUSN sebesar Rp169,5 triliun, BPD sebesar Rp34,6 triliun, dan KCBA sebesar Rp7,0 triliun.
Secara sektoral, insentif KLM disalurkan kepada sektor-sektor prioritas yakni sektor Pertanian, Industri, dan Hilirisasi, Jasa termasuk Ekonomi Kreatif, Konstruksi, Real Estate, dan Perumahan, serta UMKM, Koperasi, Inklusi, dan Berkelanjutan.
Ke depan, transmisi suku bunga yang lebih efektif diharapkan dapat mendorong permintaan kredit sehingga penyaluran kredit perbankan menjadi lebih tinggi untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Bank Indonesia memandang efektivitas transmisi pelonggaran kebijakan moneter terhadap penurunan suku bunga perbankan perlu terus didorong.
Sementara pelonggaran kebijakan moneter yang telah ditempuh Bank Indonesia dan penempatan dana Saldo Anggaran Lebih (SAL) Pemerintah di perbankan perlu diikuti dengan penurunan suku bunga perbankan lebih cepat. Seiring dengan penurunan BI-Rate sebesar 125 bps selama tahun 2025 dan ekspansi likuiditas moneter Bank Indonesia, suku bunga INDONIA turun sebesar 191 bps dari 6,03 persen pada awal 2025 menjadi 4,12 persen pada 16 Desember 2025.
Suku bunga SRBI untuk tenor 6, 9, dan 12 bulan juga menurun masing-masing sebesar 226 bps, 226 bps, dan 228 bps sejak awal Januari 2025 menjadi 4,90 persen; 4,94 persen; dan 4,98 persen pada 12 Desember 2025.
Transmisi penurunan BI-Rate terhadap suku bunga perbankan terus berlanjut, terutama pada suku bunga dana. Suku bunga deposito 1 bulan turun sebesar 67 bps dari 4,81 persen pada awal 2025 menjadi 4,14 persen pada November 2025.
Namun, penurunan suku bunga kredit perbankan cenderung lebih lambat dan karenanya perlu terus didorong, yaitu sebesar 24 bps dari 9,20 persen pada awal 2025 menjadi sebesar 8,96 persen pada November 2025.
"Kredit perbankan pada November 2025 tercatat tumbuh sebesar 7,74 persen (yoy), meningkat dari 7,36 persen (yoy) pada bulan sebelumnya," katanya. Permintaan kredit terindikasi belum kuat dipengaruhi oleh perilaku wait and see dari pelaku usaha, optimalisasi pembiayaan internal oleh korporasi, serta penurunan suku bunga kredit yang masih lambat.
Perry menyebut, ketahanan perbankan tetap kuat dengan permodalan yang terjaga pada level tinggi dan risiko kredit yang terjaga rendah. Dari sisi permodalan, rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) perbankan pada Oktober 2025 meningkat menjadi sebesar 26,38 persen sehingga semakin mampu untuk menyerap risiko.
Rasio kredit bermasalah (Non-Performing Loan/NPL) perbankan secara agregat tetap rendah sebesar 2,25 persen (bruto) dan 0,90 persen (neto) pada Oktober 2025, namun NPL (bruto) UMKM masih tinggi, yaitu sebesar 4,50 persen pada November 2025.
(kunthi fahmar sandy)