Dorongan atas semangat menjaga lingkungan secara lebih 'kaffah' alias komprehensif dan menyeluruh dalam dunia usaha tersebut belakangan mulai mengemuka, tidak hanya secara global, namun juga mulai diterapkan di level domestik.
Industri perbankan, misalnya, mulai menginisiasi produk pembiayaan hijau (green financing) yang mensyaratkan calon debitur untuk menerapkan standar pengelolaan lingkungan, sosial, dan tata kelola (environmental, social, and governance/ESG) yang baik, guna mendapatkan keuntungan lebih dibanding fasilitas pembiayaan konvensional.
Pasar Modal
Seolah tak ingin ketinggalan, ekosistem pasar modal nasional secara bertahap juga mulai mendorong emiten-emiten untuk meningkatkan kepeduliannya terhadap lingkungan, sebagai bagian dari penerapan strategi bisnis yang berkelanjutan.
Salah satu milestone yang bisa disebut adalah kerjasama PT Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan Yayasan Keanekaragaman Hayati Indonesia (KEHATI) pada Juni 2009 untuk menyusun indeks saham yang berisi emiten-emiten dengan kinerja tata kelola finansial, sosial dan lingkungan berkelanjutan yang dianggap cukup baik.
Tak hanya itu, BEI secara bertahap juga mulai mendorong emiten untuk juga menerbitkan Laporan Keberlanjutan (Sustainibility Report/AR) selain Laporan Tahunan (Annual Report/AR) yang menjadi kewajiban setiap perusahaan terbuka, sebagaimana telah diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 51/POJK.03/2017.