Q: Apa saja poin yang dikoordinasikan dengan kementerian-kementerian tersebut?
A: Ada banyak, mulai dari level teknis sampai ke ranah strategis. Kita bicarakan soal timeline yang Anda bicarakan tadi agar bisa disepakati secara lintas lembaga. Kita juga bahas business model-nya ke depan mau seperti apa. Lalu soal peraturan yang menjadi payung hukum operasional di lapangan. Ini semua kan harus dibahas tidak hanya oleh kita di BEI, namun juga secara bersama-sama dengan teman-teman di kementerian terkait. Ada banyak lah yang memang perlu kita bahas bareng. Tidak bisa buru-buru juga, karena (bursa karbon) ini baru pertama (ada) di kita (Indonesia).
Q: Memang untuk di Indonesia, ini adalah yang pertama dan merupakan inisiatif baru. Namun di negara-negara lain kan sudah berjalan. Apakah ada langkah benchmarking atau studi banding yang dilakukan BEI ke negara-negara tersebut?
A: Tentu saja. Justru memang gambaran awalnya kita bisa pelajari dari bursa karbon yang sudah existing di negara-negara lain. Kita sudah lakukan kajian dan studi banding ke bursa-bursa karbon di kawasan Asia dan juga Eropa.
Q: Ke negara mana saja?
A: Meski tidak semua kita kunjungi secara langsung, tapi tetap kita pelajari, dari bursa karbon di Korea (Selatan), Inggris, Uni Eropa dan juga Malaysia. Kita juga sempat datang langsung ke London Stock Exchange (LSE) pada akhir tahun lalu, karena seperti kita tahu, mereka juga punya voluntary carbon market.
A: Dari segala proses persiapan yang telah berjalan, seperti apa capaian yang didapat? Apakah target launching di 2024 menurut Anda cukup realistis untuk diwujudkan? Atau tidak menutup kemungkinan akan molor, mengingat masih ada banyak lagi tahapan-tahapan yang perlu dilalui?