sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

Ancaman Krisis Pangan di Tengah Ramalan Resesi, RI Mampu Bertahan?

Economics editor Maulina Ulfa - Riset
31/10/2022 08:00 WIB
Ancaman penguatan dolar hingga kenaikan suku bunga akan membebani neraca perdagangan jika pemenuhan kebutuhan pangan harus impor di tahun depan.
Ancaman Krisis Pangan di Tengah Ramalan Resesi, RI Mampu Bertahan? (Foto: MNC Media)
Ancaman Krisis Pangan di Tengah Ramalan Resesi, RI Mampu Bertahan? (Foto: MNC Media)

Hasil ini menyumbang kenaikan 7,7% dibanding tahun sebelumnya. Prediksi itu berdasar pada luas area tanam dan laporan tingkat risiko yang ada.

Sementara itu, realisasi panenan Januari hingga April 2022 ini telah menyumbang 48% dari konsumsi. Prediksi BPS, kekurangan 16 juta ton beras untuk konsumsi nasional disebut sulit dipenuhi dari produksi hingga akhir tahun ini.

Di sisi tenaga kerja, Indonesia juga termasuk salah satu negara dengan jumlah pekerja di sektor pertanian terbesar. Pada 2022, presentase penduduk bekerja di sektor pertanian mencapai 31,23% untuk laki-laki dan 28,01% untuk perempuan, menurut data Badan Pusat Statistik (BPS).

Jika merujuk pada jumlah, petani di Indonesia data BPS menunjukkan, jumlah petani per 2019 mencapai 33,4 juta orang. Tahun berikutnya, jumlah ini turun menjadi 33,3 juta orang. Angka ini terus menurun sejak 2017 di mana jumlahnya masih mencapai 39,7 juta.

Sayangnya, Indonesia masih saja menjadi tamu di rumah sendiri. Beberapa komoditas pangan Indonesia masih diperoleh dari impor untuk memenuhi kebutuhan domestik. Menurut data BPS, kedelai menjadi komoditas pangan dengan volume impor terbesar.

BPS mencatat, volume impor kedelai mencapai 2,49 juta ton senilai USD1,48 miliar pada 2021. Impor terbesar berasal dari Amerika Serikat mencapai 2,15 juta ton atau sebesar 86,46% dari total impor. (Lihat grafik di bawah ini)

Beras juga menjadi salah satu komoditas dengan kran impor paling kencang dan sempat menimbulkan polemik.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), hingga kuartal 4 tahun 2021, impor beras Indonesia mencapai 114,45 ribu ton dengan total nilai  USD51,76. Nilai tersebut meningkat 24,4% dibading kuartal sebelumnya yang mencapai 92 ribu ton dengan nilai USD40,38 juta.

Secara total, Indonesia mengimpor 407.741 ton beras pada 2021. Nilai ini naik dari 356.286 ton pada 2020. (Lihat grafik di bawah ini.)

Badan Pangan Nasional (Bapanas) dalam pernyataannya pada Selasa  (25/10) melaporkan stok ketersediaan bahan pangan RI mulai menipis dan berisiko menimbulkan kerawanan pangan.

Berdasarkan proyeksi Bapanas, stok beras Tanah Air hanya akan mampu memenuhi kebutuhan masyarakat untuk 88 hari, jagung 52 hari, dan kedelai hanya 7 hari.

Namun, jika pemenuhan kebutuhan pangan harus terancam impor di tahun depan, hal ini bisa berdampak bagi perekonomian RI.

Melemahnya Rupiah terhadap dolar AS serta kenaikan suku bunga yang tinggi terjadi di banyak negara menyebabkan ancaman trade shock kian nyata di tahun depan.

Belum lagi kisah gagal panen yang dialami oleh sejumlah petani akibat curah hujan yang cukup tinggi sepanjang tahun 2021 hingga saat ini.

Di Aceh Utara, luas areal persawahan yang terdampak banjir seluas 6.776 hektare yang tersebar dalam 18 kecamatan dan menyebabkan gagal panen.

Menurut Kadis Pertanian dan Perkebunan Aceh, Cut Huzaimah, luas areal sawah yang gagal panen seluas 3.611 hektare terdiri dari pertanaman seluas 2.085 hektare dan persemaian 1.526 hektare, pada Senin (24/10/2022).

Sejumlah wilayah di Tanah Air juga mencatatkan kisah serupa. Mengutip Okezone pada Selasa (11/10), petani cabai merah di Pedukuhan Dobangsan, Kulon Progo, gagal panen.

Gagal panen menyusul tingginya curah hujan hingga lahan 30 hektare terendam. Banjir merendam tanaman cabai yang sedang berbuah. 

Petani sudah mencoba menyedot air dengan pompa namun tidak berhasil. Hujan yang terus turun membuat lahan kembali tergenang.

Ini adalah tantangan nyata dampak dari perubahan iklim bagi Indonesia di sektor ketahanan pangan. Ancaman krisis pangan tidak bisa hanya diselesaikan dengan mengaturnya dalam kebijakan formal.

Perlu ada langkah nyata untuk mendorong kemandirian produksi pangan nasional. Hal ini bertujuan agar gangguan semacam trade shock dan melambungnya impor pangan tidak akan menjadi beban Indonesia di masa depan. (ADF)

Halaman : 1 2 3 Lihat Semua
Advertisement
Advertisement