IDXChannel - Dalam laporan terbaru berjudul ‘Is a Global Recession Imminent?’ Bank Dunia melaporkan ancaman resesi global pada 2023 sudah didepan mata. Tak lain, karena meningkatnya tren kenaikan suku bunga oleh bank sentral di seluruh dunia.
Menurut Bank Dunia, terdapat tiga skenario yang bisa menyebabkan resesi ekonomi global terjadi menggunakan analisis model lintas negara berskala besar.
Dalam skenario baseline pertama Bank Dunia memperkiraan pertumbuhan dan inflasi baru-baru ini, serta ekspektasi pasar untuk kebijakan suku bunga berdasarkan apa yang terjadi saat ini.
"Tingkat pengetatan kebijakan moneter saat ini tidak cukup untuk mengembalikan tingkat inflasi ke tingkat rendahnya," tulis Bank Dunia dalam laporannya.
Skenario kedua Bank Dunia mengasumsikan kenaikan ekspektasi inflasi yang memicu pengetatan kebijakan moneter oleh sejumlah bank sentral di dunia.
Dalam skenario kedua ini, ekonomi global masih akan lolos dari resesi pada 2023, namun akan mengalami penurunan tajam namun tidak mengembalikan inflasi ke tingkat yang rendah.
Skenario terakhir adalah adanya kebijakan kenaikan suku bunga akan memicu re-pricing risiko yang tajam di pasar keuangan global. Hal ini yang akan mengakibatkan resesi global pada 2023.
Sementara saat ini semua mata tertuju pada the Fed yang akan memutuskan kebijakan suku bunganya pada pertemuan FOMC Selasa - Rabu, 20 - 21 September 2022. Sedangkan Bank Indonesia (BI) juga bakal menyelenggarakan Rapat Dewan Gubernur BI pada Rabu-Kamis, 21-22 September 2022.
Sejauh ini pasar masih memproyeksikan Fed bakal mengerek suku bunga sebesar 75 basis poin (bps), menambah poin persentase yang sama pada kebijakan sebelumnya. Namun, lonjakan suku bunga 100 bps kian terbuka, setelah suku bunga berjangka AS memperkirakan peluang sekitar 20%
Bagaimana Nasib Sektor Properti?
Di Amerika Serikat (AS), kebijakan suku bunga the Fed sangat mempengaruhi sektor property negeri Paman Sam tersebut. Melansir Time, tingkat mortgage rate atau bunga kredit perumahan (KPR) tetap 30 tahun naik sepuluh basis poin menjadi 6,12% per minggu lalu berdasarkan survei Bankrate.
Kondisi ini secara drastis dapat mempengaruhi pasar pembelian rumah. Kenaikan ini tercatat dua kali lipat sejak awal tahun karena kondisi inflasi yang tinggi.