“Salah satu dari artikel FCTC yaitu negara harus melakukan konversi ke tanaman lain agar nilai ekonominya tinggi. Jadi, konsumen rokok dibatasi, atau perokok itu hilang. Caranya, konsumen rokok harus ga ada maka perkebunan tembakau harus mati. No Tobacco, No Cigarette. Di mana-mana petani tembakau menjadi sasaran FCTC," ujarnya.
Soeseno menilai yang lebih mengerikan adalah jika Indonesia meratifikasi FCTC, negara tidak boleh berhubungan sama sekali dengan petani tembakau. Padahal, ada banyak daerah yang menggantungkan hidup dari tembakau, misalnya Madura, Jember, Temanggung, dan Nusa Tenggara Barat.
Diketahui pemerintah akan menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) pada tahun depan. Penerimaan cukai pada RAPBN tahun anggaran 2022 diperkirakan sebesar Rp203.920 miliar, atau tumbuh 11,9 persen dibandingkan outlook 2021. (NDA)