Setidaknya ada 2 insentif yang diharapkan oleh API. Pertama, insentif pembebasan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Priyandaru mengatakan bahwa tagihan PBB cukup dirasa cukup besar, yakni kurang lebih 2% dari revenue.
Padahal, pengembang panas bumi juga harus tagihan lain seperti misalnya bonus produksi sebesar 0,5% dari pendapatan kotor. Selain itu, terdapat pula tagihan royalti yang juga harus dibayarkan oleh pengusaha panas bumi.
Insentif lainnya yang juga diharapkan ialah insentif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas pemakaian jasa dan pembelian produk dalam negeri.
"Kita kan spirit-nya mau meningkatkan TKDN, sementara dengan produk dalam negeri kita bayar PPN, padahal kalau produk impor kita diberikan insentif, jadi kalau itu (PPN atas barang dan jasa dalam negeri) juga bisa tidak dipungut itu akan lebih baik," imbuh Priyandaru.
Selain insentif, API juga berharap aturan turunan Perpres 112 Tahun 2022 nantinya bakal mengatur petunjuk teknis negosiasi harga pembelian listrik antara pengembang dan PLN. Usulan Priyandaru, aturan turunan Perpres nantinya bisa mengatur agar pemerintah bisa menunjuk pihak ketiga, yakni konsultan independen, jika negosiasi harga tidak kunjung disepakati setelah 6 bulan.
"Kemudian kalau harganya di atas HPT (Harga Patokan Tertinggi), maka menteri menyetujui setelah konsultan independen bilang harganya segitu," tandas Priyandaru.
(DES)