Keenam, sambung Fikri, untuk pengelolaan kejuaraan dan industri olahraga, UU tentang Keolahragaan ini mengatur mengenai hak dan kewajiban supporter, antara lain dalam bentuk hak mendapatkan dan mendapatkan prioritas untuk menjadi bagian dari pemilik klub, serta mendapatkan nilai keuntungan dari pengelolaan klub.
Ketujuh, lanjut Fikri, UU ini juga mengatur tentang olahraga berbasis teknologi digital/elektronik, namun tetap berorientasi pada kebugaran, kesehatan dan interaksi sosial, serta didorong untuk mendukung pengembangan industri olahraga. Kedelapan, dalam hal kepentingan olahraga nasional, dibentuk sistem data Keolahragaan Nasional terpadu sebagai satu data olahraga masional, yang memuat data mengenai pembinaan, pengembangan, penghargaan, dan kesejahteraan olahragawan dan pelaku olahraga.
Kesembilan, dia memaparkan, Dalam hal penyelesaian sengketa olahraga, UU ini juga mengatur dan menegaskan hanya satu badan arbitrase keolahragaan yang bersifat mandiri dan putusannya final dan mengikat, serta dibentuk berdasarkan piagam olimpiade. Penyelesaian sengketa juga dapat dilakukan melalui mediasi, konsiliasi, dan arbitrase. Selain itu, dalam hal mediasi dan konsiliasi para pihak yang bersengketa, dapat meminta bantuan Pemerintah Pusat untuk memfasilitasi proses mediasi dan konsiliasi.
Terakhir, dia menambahkan, UU akan diselaraskan dengan UU Penyandang Disabilitas, dan dilakukan penguatan, di mana Pembinaan dan pengembangan Olahraga Penyandang Disabilitas dilaksanakan oleh komite paralimpiade Indonesia, organisasi Olahraga Penyandang Disabilitas, dan/atau Induk Organisasi Cabang Olahraga di tingkat pusat dan daerah dengan menekankan peningkatan kemampuan manajerial melalui pendidikan dan pelatihan secara berkelanjutan.
Oleh karena itu, Fikri berharap, dengan diketoknya UU ini, semua cabor yang hingga kini belum akur kepengurusannya agar segera menjadi satu kesatuan. Selain itu, kebugaran masyarakat akan segera meningkat.