"Ekspor nikel kita pada tahun 2018 hanya USD3,3 miliar. Begitu kita menyetop bahan baku mentah, nilai ekspor di 2020 mencapai USD33 miliar, naiknya 10 kali lipat bahkan 11 kali lipat," ujarnya.
Kedua, pemerintah mewajibkan negara-negara yang membutuhkan nikel Indonesia untuk mengolahnya di dalam negeri. Harapannya lewat kewajiban tersebut akan tercipta lapangan pekerjaan di daerah-daerah penghasil nikel.
Ketiga, kewajiban pemenuhan kebutuhan dalam negeri. Sehingga ketika perusahaan penambang nikel telah berhasil menciptakan industri hilir nikel, maka wajib untuk memenuhi kebutuhan Indonesia terlebih dahulu sebelum diekspor.
Keempat, izin ekspor bahan baku. Uni Eropa menilai bahwa kebijakan ini tidak sesuai dengan Pasal XI:1 General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) 1994.
Terakhir skema subsidi. Uni Eropa mengklaim bahwa pembebasan bea masuk merupakan subsidi yang bergantung pada penggunaan barang-barang domestik atas impor yang dilarang berdasarkan Pasal 3.1 poin b, Perjanjian tentang Subsidi dan Tindakan Penyeimbang/Agreement on Subsidies and Countervailing Measures (ASCM).