sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

Berpotensi Jadi Komoditas Ekspor, Seberapa Siap Energi Panas Bumi RI?

Economics editor Maulina Ulfa - Riset
19/09/2022 11:22 WIB
Pengembangan panas bumi masih mahal dan memerlukan investasi besar. Dibutuhkan sinergi berbagai stakeholder untuk memaksimalkan ekspor energi bersih ini.
Berpotensi Jadi Komoditas Ekspor, Seberapa Siap Energi Panas Bumi RI? (Foto: MNC Media)
Berpotensi Jadi Komoditas Ekspor, Seberapa Siap Energi Panas Bumi RI? (Foto: MNC Media)

IDXChannel - Indonesia berpeluang untuk ekspor energi panas bumi (geothermal) ke Singapura. Apalagi saat ini, Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki cadangan panas bumi terbesar di dunia. 

Wakil Menteri BUMN I Pahala Nugraha Manysuri mengatakan bahwa Indonesia memiliki peluang untuk melakukan ekspor energi panas bumi atau geothermal ke Singapura.

Pahala memaparkan Singapura melalui Energy Market Authority (EMA) telah mengumumkan akan melakukan diversifikasi sumber listrik lewat pembangkit energi terbarukan hingga 4 gigawatt (GW) non-intermiten pada tahun 2035.

Energi panas bumi (atau energi geothermal) adalah sumber energi yang relatif ramah lingkungan karena berasal dari panas dalam bumi. (Lihat tabel di bawah ini.)

Energinya Murah, tapi Investasi Pengembangannya Mahal

Mengutip Kementerian ESDM, biaya eksplorasi dan juga biaya modal pembangkit listrik geotermal lebih tinggi dibandingkan pembangkit listrik lain yang menggunakan bahan bakar fosil. Namun, setelah mulai beroperasi, biaya produksinya rendah dibandingkan dengan pembangkit-pembangkit listrik berbahan bakar fosil.

Menurut Pahala, panas bumi bisa jadi energi andalan Indonesia karena bisa dijadikan baseload. Biaya penyediaan energi dari panas bumi dinilai lebih murah dibandingkan EBT yang lain, yakni hanya USD7,6-8 sen per kWh.

‘'Bandingkan dengan baterai dari energi surya yang USD12 sen per kWh, jelas geothermal lebih murah. Sehingga, pemerintah menilai, geothermal punya potensi unik untuk dikembangkan," imbuhnya.

Dia menambahkan, penggunaan geothermal dapat berfungsi untuk menekan impor BBM nasional, mengingat saat ini konsumsi bahan bakar minyak mencapai 1,2 juta barel per hari, dengan 40 persennya berasal dari impor.

Pahala mengatakan, pihaknya mendorong BUMN untuk mengoptimalkan pengembangan geothermal di wilayah kerjanya sendiri. Apalagi, saat ini baru 9 persen wilayah kerja geothermal yang berproduksi dengan kapasitas hanya 1.900 MW.

"Kita masih punya potensi 19 GW, kita dorong bagaimana agar Pertamina Geothermal Energy mengembangkan area geothermal," tukasnya.

Halaman : 1 2
Advertisement
Advertisement