sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

Bertekad Tembus Pasar Ekspor, Begini Cara Perajin Batik Ciwitan Wujudkan Mimpinya

Economics editor taufan sukma
11/04/2024 09:25 WIB
Hal yang membedakan jenis batik yang digagas oleh Eka ini adalah dari segi teknik pewarnaan.
Bertekad Tembus Pasar Ekspor, Begini Cara Perajin Batik Ciwitan Wujudkan Mimpinya (foto: MNC media)
Bertekad Tembus Pasar Ekspor, Begini Cara Perajin Batik Ciwitan Wujudkan Mimpinya (foto: MNC media)

IDXChannel - Paulo Coelho pernah menulis dalam novel masterpiecenya, The Alchemist, sebuah petuah yang berbunyi "When you want something, all the universe conspires in helping you to achieve it (Saat kau menginginkan sesuatu, alam semesta akan berkonspirasi dalam membantumu untuk meraihnya)."

Coelho, yang dikenal dunia sebagai sastrawan besar asal Brazil, percaya sepenuhnya bahwa kekuatan dari sebuah tekad akan mampu menggerakkan semesta untuk menjadi support system yang sangat kokoh.

Seperti halnya keinginan seorang Eka Harijayanti, perajin batik asal Bantul, Yogyakarta, yang kini tinggal bersama keluarga, di Ciampea, Kabupaten Bogor.

"Saya ingin menembus pasar ekspor. Mungkin (langkah menuju ke sana) masih jauh, tapi saya yakin pasti ada jalan ke sana. Dan sejauh-jauhnya perjalanan, ketika kita jalani dengan tekun setapak demi setapak, suatu saat pasti akan sampai," ujar Eka, saat ditemui di kediamannya, di Desa Benteng, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor.

Ciwitan

Saat ini, Eka dikenal sebagai sosok yang mempelopori pengembangan budaya batik di Desa Benteng. Namun, berbeda dengan batik pada umumnya, Eka menyebut pola batik yang dikembangkannya ini dengan istilah Batik Ciwitan.

Hal yang membedakan jenis batik yang digagas oleh Eka ini adalah dari segi teknik pewarnaan. Secara umum, pola batik yang digarap oleh Eka ini menggunakan metode batik ikat, yang sebenarnya juga telah banyak digunakan di berbagai wilayah di Indonesia.

"Di tempat saya, di Yogya, disebutnya batik jumputan. di Solo, di Palembang, juga sama. Kalau di Banjarmasin disebutnya sasirangan. Nah di sini, saya sengaja kasih nama batik ciwitan, karena bikinnya kan diciwit (dicubit) gitu," tandas Eka.

Langkah memilih metode batik ikat ini sengaja dipilih Eka lantaran tak mudah baginya untuk mengajarkan teknik batik tulis kepada seluruh masyarakat yang menjadi tenaga binaan yang membantunya dalam hal produksi.

Semula, Eka memang telah mengajarkan seluruh proses membatik, mulai dari membuat sketsa, menorehkan lilin menggunakan canting, mewarnai, proses pengeringan hingga tahapan akhir dengan merendam kain untuk meluruhkan lapisan lilin, sekaligus untuk menjaga warna agar menempel permanen dan tidak luntur.

"Cuma ternyata bikin batik tulis itu tidak segampang yang dibayangkan. Ibu-ibu ini kesusahan, karena untuk menggambar aja mereka tidak bisa, apalagi harus membaik pakai canting. Sehingga, metode ciwitan ini menjadi jalan keluar agar semua bisa mengerjakan," urai Eka.

Sistem Plasma

Saat ini, dengan metode ciwitan, Eka setidaknya memiliki 30 tenaga kerja yang dikelolanya dengan sistem plasma. Artinya, relasi yang dibangun antara Eka dan para tenaga kerja tersebut bukan ikatan atasan dan bawahan, pemilik bisnis dan karyawan atau semacamnya, melainkan Eka akan memberikan tugas pengerjaan per pesanan yang datang.

Jadi, setiap ada pesanan, maka Eka akan membuat desain, yang selanjutnya akan dikerjakan oleh para tenaga kerja tersebut di rumah masing-masing. Nanti begitu pekerjaan sudah rampung, hasilnya akan kembali disetorkan ke Eka.

"Tarif kerjanya per lembar kain, yang custom sesuai effort pengerjaan. Misal kainnya bagus, seperti sutra gitu, lalu desainnya rumit, kan pekerjaannya sulit, sehingga harga per kain juga saya hitung lebih mahal," jelas Eka.

Namun, meskipun sistem tarifnya custom menyesuaikan desain dan effort pengerjaan, namun sebagai gambaran, harga jasa yang dibayarkan Eka untuk tiap lembar kain batik adalah sekitar Rp10 ribu hingga Rp100 ribu per lembar.

Harga lebih mahal biasanya diterapkan Eka bila memang proses pengerjaannya dirasa cukup sulit dan membutuhkan kehati-hatian serta konsentrasi lebih.

Biasanya, Eka telah memiliki gambaran tentang kualitas masing-masing anggota komunitasnya, yang dinilainya dari proses saat mengikuti pelatihan.

Para anggota yang dinilai sudah mumpuni dan memiliki kualitas bagus akan diberi kepercayaan untuk menggarap kain berbagan bagus, dan juga standar desain yang relatif lebih rumit.

Sedangkan bagi para pemula atau para anggota yang dinilai kurang memiliki ketrampilan mumpuni, tetap juga akan diberi pekerjaan, namun dengan bahan yang lebih standar dan desain yang relatif lebih mudah.

"Kita bagi-bagi kerjaannya seperti itu. Secara total saat ini per minggu kami sudah bisa produksi sekitar 100 pcs kain. Pernah juga kami garap 300 pcs dan dikasih waktu cuma dua minggu. Alhamdulillah, done," ujar Eka, bangga.

Namun demikian, karena lebih banyak produksinya berdasarkan pesanan, Eka mengaku kurang begitu bisa memperhitungkan dengan pasti kisaran omzetnya dalam sebulan. Karena nilai perkiraan tersebut bisa saja naik dan turun, bergantung ramai atau sepinya pesanan saat itu.

"Tapi sesepi-sepinya sih sekitar Rp5 juta sampai Rp10 juta per bulan, insya allah pasti kita dapat. Alhamdulillah bisa buat bantu-bantu mereka (anggota komunitasnya) untuk belanja kebutuhan sehari-hari," urai Eka.

Ekspor

Dengan kemampuan produksi sebanyak itu, Eka pun mulai optimistis bahwa dia dan kelompok kerjanya sudah bisa menerima pesananan dalam jumlah cukup besar. Tak hanya menyasar pesanan dari dalam negeri, Eka juga bermimpi kelak suatu saat Batik Ciwitan juga bisa dijual hingga luar negeri.

Guna merealisasikan mimpi tersebut, Eka bertekad untuk dalam waktu dekat bisa mengikuti berbagai pameran berskala besar, termasuk di antaranya adalah ajang pameran International Handicraft Trade Fair (Inacraft).

Tekad Eka untuk dapat turut tampil di Inacraft bukannya tanpa sebab. Keyakinan Eka, didasarkan pada fakta bahwa keberadaan batik ciwitan yang saat ini merupakan salah satu bagian dari Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) di bawah naungan Desa Wisata Benteng, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor.

Sedangkan Desa Wisata Benteng sendiri saat ini tercatat sebagai salah satu desa penerima dana hibah dari program Desa BRILian yang diselenggarakan oleh PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), atau Bank BRI.

Oleh pihak Bank BRI, Desa Wisata Benteng telah dinobatkan sebagai salah satu dari lima pemenang Program BRILian periode 2022, sehingga berhak menerima dana hibah sebesar Rp1 miliar per desa.

"Saya juga dapat (bagian dari dana hibah tersebut), lumayan juga untuk belanja alat dan juga bahan baku. Tapi selain itu, (dengan bergabung di Desa BRILian) akses kita untuk ikut pameran juga semakin luas. Karena itu, saya berharap di tahun ini bisa diajak sebagai binaan BRI untuk tampil di Inacraft 2024," tukas Eka.

Dengan bisa tampil di Inacraft, Eka yakin kesempatan tersebut bakal membuka peluang yang lebih luas bagi batik ciwitan untuk dapat menembus pasar ekspor.

Keyakinan tersebut didasarkan Eka pada banyaknya buyer dari luar negeri yang turut hadir di pameran berskala internasional yang digagas oleh pemerintah melalui Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (KemenkopUKM) tersebut.

Tak hanya Inacraft, Eka juga mengungkap bahwa banyak sekali pameran UMKM yang digelar di dalam negeri, yang memang sengaja menyasar buyer dari luar negeri.

Karenanya, Eka dengan lugas menyebut bahwa pihaknya selalu antusias dan berupaya memanfaatkan betul setiap ada kesempatan ketika ada undangan untuk turut serta dalam sebuah pameran.

Dari keikutsertaan dalam pameran tersebut, diakui Eka tidak akan membuat produknya laris-manis saat itu juga. Melainkan, ajang pameran sengaja dimanfaatkan Eka untuk memperkuat jejaring pemasaran, dengan harapan kelak dari jejaring tersebut bakal ada pesanan untuknya di kemudian hari.

"Makanya sejak 2022 ketika kita bergabung ke Desa BRILian, saya seneng banget, karena jadi makin sering diajak (ikut) pameran. Karena itu target saya ke depan bisa ikut tampil di Inacraft. Seperti saya bilang, ini bukan perkara jualan, tapi penguatan jaringan. Semoga dengan tampil di Incraft, Batik Ciwitan bisa merambah pasar ekspor dan go internasional," tegas Eka. 

Destinasi Favorit

Semangat Eka untuk rajin mengikuti berbagai pameran diakui oleh Ketua Desa Wisata Benteng, Wahyu Syarief Hidayat.

Karenanya, dengan seringnya batik ciwitan turut tampil di berbagai pameran, menurut Wahyu, hal tersebut juga menjadi dorongan, sehingga corak dan kualitas produk batik ciwitan juga secara perlahan juga semakin baik.

"Karena dari setiap pameran, Bu Eka juga dapat banyak masukan terkait produknya. Misal corak-corak atau warna yang disukai konsumen, lalu misal juga ada yang minta ecoprint dan lain-lain, ini secara tidak langsung juga menjadi pendorong sehingga batik ciwitan ini terus berkembang pesat," ujar Wahyu, saat ditemui terpisah.

Dengan kualitas yang semakin meningkat, maka tak heran juga bila Wahyu menyebut bahwa batik ciwitan merupakan salah satu destinasi favorit bagi wisatawan yang datang ke Desa Wisata Benteng.

Wahyu menjelaskan, dalam setiap kunjungan ke Desa Wisata Benteng, wisatawan biasanya dikenakan tarif Rp250 ribu per orang, untuk mendapatkan paket wisata dengan tiga varian destinasi yang ada di Desa Wisata Benteng.

Tiga destinasi tersebut bisa mulai dari rumah produksi susu kedelai, kebun jambu kristal, kelompok tani yang khusus mengolah produk turunan berbahan dasar singkong, komunitas petani hidroponik, komunitas seni tradisi, seni Islami, hingga komunitas budaya China dan Arab yang ada di Desa Benteng.

"Dan dari beragam destinasi yang kita tawarkan di Desa Wisata Benteng itu, Batik Ciwitan memang bisa dibilang salah satu yang favorit dan banyak digemari wisatawan yang datang," tutur Wahyu.

Banyak digemarinya batik ciwitan oleh wisatawan tersebut, ditengarai Wahyu lantaran bisa jadi karena bagi masyarakat perkotaan, tidak banyak yang tahu dan pernah merasakan secara langsung aktivitas membuat sebuah kain batik, dari awal hingga produk tersebut benar-benar siap pakai.

Karenanya, banyak wisatawan yang penasaran dan ingin merasakan sendiri pengalaman menjadi seorang perajin batik, dengan berkunjung ke Batik Ciwitan.

Tak hanya itu, Wahyu secara khusus juga mengapresiasi kegigihan dan perjuangan Eka yang selama ini konsisten mengembangkan batik ciwitan sebagai salah satu produk khas Desa Benteng.

"Beliau memang dedikasinya luar biasa untuk melestarikan budaya batik, dan juga mengajari warga untuk bisa produksi batik sendiri. Batik khas Desa Benteng. Ini sangat membantu untuk ibu-ibu di Desa Benteng. Secara perekonomian keluarga juga sangat membantu," tegas Wahyu. (TSA)

Halaman : 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Advertisement
Advertisement