IDXChannel - Pandemi covid-19 yang tidak kunjung berakhir berdampak besar bagi sektor pariwisata. Beberapa tempat wisata terancam bangkut, beberapa sudah mulai menjual aset untuk menutupi kerugian.
Misalnya saja obyek wisata terbesar di Jawa Timur, Jatim Park Grup. Salah satu destinasi liburan andalan di Kota Batu, Malang, Jawa Timur ini mulai terseok-seok akibat kunjungan masyarakat yang minim sehingga tidak mampu menutupi biaya operasional dan gaji karyawan.
Marketing and Public Relation Manager Jatim Park Grup Titik S. Ariyanti mengakui bila setiap bulannya pihak manajemen Jatim Park Grup selalu mengeluarkan uang operasional tak kurang Rp 4 miliar per bulannya.
Uang tersebut diperuntukkan untuk beberapa biaya mulai gaji 1.700 karyawan, pembayaran listrik, Wifi, pajak, hingga membeli obat - obatan menyiram tanaman, hingga pakan satwa di tiga kebun binatang yang dikelola.
Jumlah gaji pekerja tersebut bahkan, sudah dilakukan efisiensi hingga 50 persen per orangnya. Penerimaan gaji 50 persen ini telah diberlakukan ke seluruh pekerja Jatim Park Grup sejak 1,5 tahun pandemi COVID-19 ini melanda.
"Hampir 1,5 tahun menggaji karyawan sebesar 50 persen. Kalau misalkan dihitung UMR katakanlah Rp 3 juta di Kota Batu rata-rata 1 orang, yang mendapatkan gaji 1,5 juta per orang," ungkap Titik.
Ancaman kebangkrutan pun disebut telah membayangi jajaran direksi Jatim Park Grup, padahal selama ini pihaknya bersama direksi dan pekerja lain tak pernah berpikir untuk hal tersebut. Namun dengan sepinya pengunjung apalagi saat ini tutup tak beroperasi dan tak ada pemasukan, bisa saja hal tersebut bakal terjadi.
"Sekarang pun kalau kita buka berapa sih pengunjung yang datang, mengcover enggak Rp 4,5 M tadi, setiap bulan ya kita ngomong tekor ya tekor. Kalau misalkan kita tidak bisa bertahan, belum lagi bisa jadi kita akan menjual beberapa aset kita secara bertahap, kalau sampai dengan akhir tahun ini tidak bisa bertahan. Artinya bangkrut kita harus siapkan itu semua karena memang ini adalah resiko terbesar buat semuanya," terangnya.
"Kita nggak mau sama sekali mem-PHK karyawan, tapi kita harus siap dengan segala kemungkinan. PHK karyawan yang selama ini kita belum pernah memikirkan, dan tidak ada keinginan sama sekali mem-phk karyawan, tetapi mungkin itu adalah salah satu keputusan yang terbaik," tambahnya.
Kondisi yang sama juga dialami obyek wisata Teminal Wisata Grafika Cikole, Lembang, Bandung Barat, Jawa Barat. Salah satu obyek wisata terbesar di Jawa Barat ini juga mulai tak kuat bahkan harus merelakan 12 burung macaw dijual untuk menutupi biaya operasional dan gaji karyawan.
Eko Suprianto, pengusaha sekaligus pemilik objek wisata Terminal Wisata Grafika Cikole (TWGC) Lembang, Kabupaten Bandung Barat, harus merelakan menjual 12 ekor burung macawnya demi menutupi biaya operasional dan gaji karyawannya.
"Burung-burung (Macaw) sudah dijual, totalnya ada sekitar 12 ekor. Itu untuk menutupi biaya operasional perusahaan," kata dia mengawali cerita, Selasa (27/7/2021).
Harga jual ke-12 ekor burung Macaw itu lanjut Eko, mencapai Rp2 miliar dengan harga terendah Rp30 juta dan banderol tertinggi Rp200 juta. Akan tetapi ada pula burung yang diberikan ke kolega dan temannya untuk dialihrawatkan.
Sedangkan yang tersisa kini hanyalah Jalak Bali dan Rusa. Hal tersebut harus dilakukan karena turunnya pengunjung akibat pandemi covid-19 yang tidak kunjung berakhir dan ditambah pemberlakuan PPKM Darurat.
"Semoga kondisi cepat pulih, Covid-19 hilang jadi wisata kembali normal. Karena kalau terus begini sulit bagi pelaku usaha wisata untuk bertahan," tuturnya.
Dia juga sudah mengurangi karyawan untuk dirumahkan sementara dari asalnya sekitar 200-300 orang, kini tinggal di kisaran 100 orang. Sebab, tidak kuat untuk membayar gaji karyawan yang totalnya mencapai lebih dari Rp500 juta per bulannya.
Eko melanjutkan, pembayaran pajak ke Pemda KBB juga harus ditangguhkan sementara. Hal itu terjadi sejak Desember 2020 hingga Mei 2021. Surat resmi telah dilayangkan ke Pemda KBB untuk menunda pembayaran pajak. Namun hal itu kembali akan dibayar ketika objek wisatanya kembali beroperasi.
"Pajak daerah dari Desember, Januari sampai Mei belum dibayar. Yang Juni saya bayar, tapi dikenai denda. Soalnya lagi susah, pajak yang dibayar kan dari pemasukan konsumen atau pengunjung, kalau usahanya tutup ya gimana," jelas Eko. (RAMA)