Masyarakat setempat ingin produknya bisa menjadi salah satu komoditas ekspor dan terus berupaya meningkatkan nilai jualnya. Hal ini pun sudah bisa dilakukan dengan membuat olahan kakao menjadi cokelat bubuk dan lemak cokelat.
"Akhirnya di situ nilainya sudah beda, dari 3 kilo jadi 1 kilo bubuk, sekarang sudah bisa kita hargai Rp250 ribu," beber Nasrodin.
"Untuk saat ini memang secara besar tidak bisa, kita bukan petani cokelat, tapi penanam kakao. Kalau petani tanahnya luas-luas, kita tak ada yang tanahnya luas," keluh Nasrodin.
Namun, hal tersebut tidak membuatnya berkecil hati. Sebab, ada warga negara Swiss bernama Vincent yang rajin membeli produksi lemak bubuk cokelat milik warga dan mengekspor.
Meski tingkat produksi kakao dari desa tersebut masih terbilang kecil, namun hal tersebut tidak mengurangi niat Vincent untuk tetap membeli. Sebanyak 1 kg bubuk yang dihasilkan tetap dibeli dan dikirim ke pabriknya di Swiss.
Produk cokelat batangan yang dihasilkan oleh Vincent tersebut diberi nama Monnier.
Nasrodin juga mengakui masih ada banyak tantangan yang dihadapi oleh warga desanya. Salah satunya keterbatasan lahan yang berimbas pada terbatasnya tingkat produksi yang hanya mencapai 20 ton kakao per tahun.
Tidak hanya itu, tantangan lain adalah kehadiran para tengkulak yang kerap kali datang degan memberikan harga tinggi terhadap hasil tanam kakao, tapi mereka menghilang ketika musim panen kakao begitu tinggi.
Karena itu, dengan adanya pendampingan langsung dari LPEI, dia sangat berharap kapasitas produksi kakao di Padukuan Doga bisa lebih baik dan meningkat dengan perluasan lahan tanam.
"Kita kerja sama dengan masyarakat, kalau ada lahan kosong kita minta tanami, sekarang ini 200 hektare. Kita fasilitasi yang bisa kita berikan, setiap tahun saya upayakan, kita punya bibit," harapnya.
Sementara itu, Kepala Departemen Pengembangan Komoditas dan Industri LPEI, Nilla Meiditha juga berharap dengan pendampingan tersebut selain meningkatkan kapasitas produksi dan daya saing, para warga desa juga diharapkan mampu melalukan ekspor secara mandiri.
"Salah satu sistem yang kita gunakan adalah fasilitas terbaik bahwa model devisa yang sudah berhasil adalah melakukan kegiatan ekspor mandiri," ujar Nilla. (TYO)