IDXChannel - Ekonom Binus University, Doddy Ariefianto, menilai inflasi di Indonesia tidak hanya disebabkan oleh permasalahan moneter, tetapi juga karena masalah distribusi di Indonesia.
Hal ini tentu menjadi tantangan bagi Indonesia sebagai negara kepulauan untuk memastikan distribusi lancar ke seluruh wilayah.
“Kalau bicara inflasi di Indonesia, ini bukan fenomena moneter saja, melainkan berkaitan dengan sektor riil. Terutama logistik dan distribusi. Secara historis, biang kerok inflasi adalah harga administratif (administrative prices), seperti bahan bakar minyak (BBM), energi, yang mengakibatkan kenaikan pada harga pangan dan inflasi,” ujar Ekonom Binus University, Doddy Ariefianto dalam program Market Review IDX Channel, Jumat (26/5/2023).
Menurutnya, hal itu pun dapat tercermin melalui kenaikan harga BBM pada September 2022 yang juga meningkatkan inflasi. Sehingga pada akhirnya Bank Indonesia (BI) harus membuat keputusan untuk meningkatkan suku bunga BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) hingga awal 2023.
Dengan demikian, Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) yang dibentuk BI untuk mengawasi dan memastikan ketersediaan pasokan di daerah, khususnya yang berkaitan dengan pangan, dinilai relevan dan penting untuk menghentikan laju inflasi.
“Artinya BI juga telah menyadari bahwa distribusi dan ketersediaan barang turut memberikan sumbangan terhadap inflasi di Indonesia. Mungkin permasalahan moneter hanya berkontribusi 30% terhadap inflasi, sisanya terkait distribusi dan ketersediaan barang. Makanya TPID menjadi relevan,” imbuhnya.